Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dihukum 11 Tahun, Bupati Klaten Sebut Akan Pikir-Pikir Dulu

Kompas.com - 20/09/2017, 15:08 WIB
Kontributor Semarang, Nazar Nurdin

Penulis

SEMARANG, KOMPAS.com - Bupati Klaten non aktif Sri Hartini dihukum pidana penjara 11 tahun dalam kasus suap dan gratifikasi. Sri belum menentukan sikap atas putusan yang dijatuhkan.

"Saya pikir-pikir dulu yang mulia," kata Hartini, menjawab pertanyaan hakim Antonius Wijantono, di Pengadilan Tipikor Semarang, Rabu (20/9/2017).

Sama dengan sidang-sidang sebelumnya, Sri datang ke persidangan mengenakan baju putih dan kerudung merah. Dalam sidang agenda putusan, baju putih dan kerudung merah itu juga dipakai politikus PDI Perjuangan tersebut.

Seusai sidang, Sri tak mau berkomentar. Ia berjalan keluar tanpa mengucap sepatah kata pun ke awak media.

(Baca juga: Kasus Suap dan Gratifikasi, Bupati Klaten Divonis 11 Tahun Penjara)

Kuasa hukum Sri Hartini, Dedi Suwadi menjelaskan, putusan yang dijatuhkan kepada kliennya tidak mencerminkan fakta di persidangan. Hakim dinilai tak mempertimbangkan keberatan-keberatan dari pihak terdakwa.

"Hakim tidak pertimbangkan kalau terdakwa ini bukan inisiator," ujarnya.

Sama halnya dengan Sri, pihak kuasa hukum juga belum menentukan sikap atas putusan yang dijatuhkan. Sementara itu, jaksa penuntut umum (JPU) KPK Afni Carolina mengaku belum menentukam sikap. Jaksa akan melapor ke pimpinan KPK untuk langkah selanjutnya.

"Kami pikir-pikir. Kalau pertimbangan tadi sesuai ya, konsentrasi tadi dari nilai-nilai," ucapnya.

(Baca juga: KPK Tolak Bupati Klaten Jadi Justice Collabolator)

Namun jaksa sepakat dengan hakim, bahwa tuntutan soal nominal suap dan gratifikasi diterima hakim. "Total (uang) gratifikasi dalam kasus SOTK sesuai tuntutan," tambahnya.

Berita sebelumnya, hakim menyatakan Sri Hartini secara sadar melakukan tindak pidana korupsi secara berlanjut.

Sri terbukti melanggar ketentuan pasal suap sebagaimana pasal 12 huruf A dan pasal gratifikasi sebagaimana pasal 12B undang-undang tindak pidana korupsi. Perbuatan korupsi terdakwa juga dilakukan secara berlanjut sesuai pasal 64 KUHP. 

Kompas TV Untuk keperluan perawatan jantung, Novanto pindah rumah sakit dari RS Siloam ke RS Premier.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com