Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ribuan Ekor Burung Nuri dan Kakatua Ditangkap di Hutan Halmahera

Kompas.com - 16/09/2017, 20:38 WIB
Yamin Abdul Hasan

Penulis

TERNATE,KOMPAS.com - Ribuan ekor burung dilindungi jenis nuri dan kakatua setiap tahu ditangkap secara ilegal di wilayah Kabupaten Halmahera, Provinsi Maluku Utara.

Investigasi terbaru ProFauna selama November 2016 sampai Januari 2017 menunjukkan jumlah penangkapan burung nuri dan kakatua di Kabupaten Halmahera Selatan, Maluku Utara juga masih tinggi.

Pada kurun waktu tersebut setidaknya 3.000 ekor burung kakatua putih, kasturi ternate, dan nuri bayan yang ditangkap dari alam liar.

Koordinator Organisasi Protection of Forest & Fauna (ProFauna) respresentatif Maluku Utara, Ekawati Ka’ba mengatakan, masih tingginya penangkapan burung dilindungi di Kabupaten Halmahera Selatan itu dipicu permintaan dari pengepul burung.

Baca: ProFauna Ajak Publik Cari dan Laporkan Pembunuh Beruang Madu ke Polisi

Para pengepul itu kebanyakan menerima pesanan dari pembeli, sebagian besar dari Jawa dan Filipina.

“Harga burung kakatua putih dan kasturi ternate akan melonjak tinggi ketika sudah sampai di Jawa. Sebagai gambaran, harga seekor kakatua putih bisa mencapai Rp 3,5 juta jika dijual di Jawa, sedangkan kasturi ternate Rp 2 juta," kata Ekawati pada hari Kakatua Indonesia, Sabtu (16/9/2017).

Sementara itu, untuk memperingati Hari Kakatua, ProFauna Indonesia menggelar kampanye mengajak masyarakat untuk tidak membeli burung nuri dan kakatua.

Dalam kampanye publik itu sejumlah aktivis ProFauna sambil mengenakan kostum burung kakatua membentangkan spanduk yang mengajak masyarakat tidak membeli atau memelihara hewan-hewan dilindungi itu.

Ajakan itu dilakukan mengingat lebih dari 95 persen burung nuri dan kakatua yang diperdagangkan adalah hasil tangkapan dari habitat aslinya di Maluku Utara, Maluku, Sulawesi dan Papua.

“Dengan tidak membeli burung nuri dan kakatua yang diperdagangkan itu kita turut memotong rantai perdagangannya. Momen hari Kakatua Indonesia ini menjadi momen yang tepat untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pelestarian burung nuri dan kakatua,” kata Bayu Sandi, juru kampanye ProFauna Indonesia.

Bayu menekankan, burung kakatua jambul kuning (Cacatua sulphurea) yang sudah dilindungi undang-undang saja masih tinggi tingkat perdagangannya.

Tentunya, nasib yang lebih mengenaskan dialami spesies lain yang dinyatakan belum dilindungi, seperti kakatua putih (Cacatua alba) dan kasturi ternate (Lorius garrulus) yang berstatus endemik Maluku Utara.

“ProFauna sudah sejak 2005 mendorong pemerintah agar menetapkan kakatua putih sebagai satwa dilindungi, tetapi sampai detik ini belum terwujud padahal populasinya di alam sudah menurun drastis dan tingkat perburuannya masih tinggi,” tandas Bayu.

Burung nuri dan kakatua merupakan salah satu kekayaan alam khas Indonesia yang sulit dijumpai di bagian dunia lain.

Di Indonesia terdapat sekitar 89 spesies burung paruh bengkok, dengan 14 spesies di antaranya sudah dilindungi secara hukum.

Baca: Foto Bangkai Lutung Diunggah di Facebook, ProFauna Lapor Polisi

Menurut UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya serta PP Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar, siapapun dilarang keras untuk menangkap, menjual, membeli, maupun memelihara jenis satwa dilindungi.

“ProFauna juga mendesak agar pemerintah segera memasukkan kakatua putih dan kasturi ternate dalam daftar satwa dilindungi, untuk memastikan secara hukum burung endemik Maluku utara ini tidak lagi diperdagangkan,” pungkas Bayu. (K105-15)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com