BANDUNG, KOMPAS.com - Senior Vice President Aksi Cepat Tanggap (ACT) N Imam Akbari mengatakan, kondisi korban kemanusiaan etnis Rohingya sungguh sangat memprihatinkan.
Beberapa anggota ACT pernah mendengar cerita bagaimana mereka harus menyelamatkan diri menempuh perjalanan berhari-hari menuju Bangladesh.
"Secara umum kondisi sangat memprihatinkan. Terutama kalau kita lihat mereka harus melarikan diri menyelamatkan diri, harus berjalan sampai 13 hari naik turun gunung menyebrangi sungai," ujar Imam di Pendopo Kota Bandung, Senin (11/9/2017).
Ada pula pengungsi yang harus bertaruh nyawa mengarungi lautan dengan perahu kayu seadanya.
(Baca juga: Kisah Para Bocah SD Sisihkan Uang Jajan untuk Korban Rohingya)
"Ada juga yang menyeberang lautan menggunakan perahu sederhana, perahu kayu yang tanpa alat navigasi," ucap Imam.
"Mereka harus bertumpuk dalam satu perahu, karena faktor penyakit dan sebagainya ada yang meninggal di tengah lautan. Gak bisa dipertahankan. Bayangkan orang yang dicintai meninggal harus dilepaskan di tengah lautan. Itu kita bisa bayangkan secara psikologis," tambahnya.
Dia menjelaskan, aliran dana bantuan dari masyarakat Indonesia sudah cukup banyak. Sejak konflik Rohingya kembali meruncing beberapa bulan lalu, ACT sedikitnya telah menerima bantuan sekitar Rp 20 miliar dari masyarakat Indonesia.
"Sekarang sudah Rp 20 miliar dan sebagian sudah kita salurkan melalui ragam bentuk bantuan," tuturnya.
(Baca juga: Bagaimana Orang Myanmar Memandang Warga Rohingya?)
Namun, Imam menyayangkan sikap pemerintah Myanmar yang masih menutup pintu bagi pihak-pihak pemberi bantuan. "Kalau tempat terioslir, tertutup, kita gak punya kemampuan lobi," jelasnya.