Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengungsi Rohingya di Makassar Gelar Doa Bersama

Kompas.com - 04/09/2017, 16:49 WIB
Hendra Cipto

Penulis

MAKASSAR, KOMPAS.com - Puluhan pengungsi suku Rohingya, Myanmar yang tinggal sementara di Kota Makassar menggelar Shalat Dzuhur berjamaah dan dilanjutkan doa bersama di Mesjid Telkom Jl AP Pettarani, Senin (4/9/2017).

Shalat berjamaah dan doa bersama ini diinisiasi Forum Peduli Rohingya. Puluhan pengungsi Rohingya yang tersebar di beberapa tempat penampungan di Makassar pun antusias datang mendoakan keluarganya yang dibantai.

Saat doa bersama, isak tangis suku Rohingya tak terbendung. Air mata terus mengalir memanjatkan doa untuk saudara-saudara dan keluarganya yang dibantai secara sadis di negaranya.

Menurut Musa (23), salah seorang pengungsi Rohingya saat ditemui seusai doa bersama berharap, kekacauan di negaranya segera berakhir dan tidak ada korban jiwa lagi yang berjatuhan.

(Baca juga: Solidaritas Tanpa Batas Suku dan Agama untuk Warga Muslim Rohingya)

 

"Semoga kekacauan di sana segera berakhir dan tidak ada lagi korban jiwa maupun luka. Untuk korban jiwa, semoga amal ibadahnya di terima di sisi Allah SWT, amin," tuturnya.

Musa mengungkapkan, jumlah pengungsi yang berada di Makassar mencapai 200-an lebih. Baik pria, wanita, dan anak-anak ditampung oleh United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) dan International Organization for Migration (IOM).

"Saya berada di Indonesia sejak 2013 lalu. Kami imigran gelap di Indonesia, karena kami mengungsi dari negara Myanmar yang kacau terus," ungkapnya.

"Kami imigran gelap ini fasilitasi oleh UNHCR dan IOM untuk tinggal sementara di Indonesia sampai dapat status kewarganegaraan di negara ketiga," kata Musa yang sudah pasif berbahasa Indonesia.

(Baca juga: Kekerasan terhadap Rohingya, Dunia Bisa Embargo Myanmar)

 

Selama di Makassar, lanjut Musa, biaya seluruh pengungsi ditanggung UNHCR dan IOM. Masing-masing orang mendapat uang saku Rp 1.250.000 setiap bulannya. Jumlah tersebut di luar tempat penampungan yang ditanggung UNHCR dan IOM.

"Kami tinggal di Indonesia penuh dengan aturan yang berlaku, karena kami ini imigran gelap. Kami tidak bisa menikah, kerja, sekolah, berkendara motor dan keluar sampai tengah malam. Kami hanya bisa tinggal, naik sepeda, tidak boleh pulang ke tempat penampungan lewat dari jam 10 malam," tutupnya. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com