Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Relawan Pupuk Nasionalisme di Desa yang Hanya Terima Siaran TV dari Malaysia

Kompas.com - 28/08/2017, 06:08 WIB
Sukoco

Penulis

NUNUKAN, KOMPAS.com - Tak kenal maka tak sayang. Pepatah tersebut memiliki makna yang sangat dalam bagi 50 kepala keluarga yang tinggal di Kampung Sungai Batang, Kecamatan Sebatik Induk, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara.

Kawasan yang terletak di wilayah perbatasan tersebut sangat sulit dijangkau karena masih minim infrastruktur jalan.

Untuk menuju ke kampung, para nelayan pancing tersebut harus menerabas jalan setapak yang melintasi beberapa perbukitan. Jangan harap bisa segera sampai jika hujan mengguyur daerah tersebut.

Baca juga: Empat Tahun Warga Sebatik Kesulitan Pergi ke Tawau Secara Legal

Menuju kampung Sungai Batang juga bisa melalui jalur pantai selain jalan setapak. Namun lagi-lagi jalur tersebut tak akan bisa dilalui saat air laut sedang pasang.

Terisolasinya Desa Batang membuat fasilitas listrik, air, pendidikan dan tempat ibadah menjadi barang langka. Tidak adanya fasilitas pendidikan membuat anak-anak di desa tersebut menempuh pendidikan di luar desa yang jaraknya cukup jauh.

Sulitnya medan jalan, apalagi saat musim hujan, membuat anak anak Desa Batang sering terlambat atau terpaksa bolos sekolah.

Untuk memenuhi kebutuhan listrik, warga Desa Batang kebanyakan menggunakan mesin genset yang dibeli dari Tawau, Malaysia. Kebutuhan BBM serta kebutuhan hidup pokok sehari-hari warga lebih mudah didatangan dari Tawau, Malaysia.

Pun siaran televisi dan radio yang dijadikan hiburan dan untuk mendapatkan informasi, warga desa lebih mudah mendapatnya dari Malaysia.

Tidak heran, pemahaman informasi dari negara Malaysia lebih banyak mereka dapatkan daripada dari dalam negeri.

Siaran televisi dan radio juga masih menjadi barang mewah karena ketersediaan listrik yang hanya didapat dari mesin genset yang dimiliki segelintir warga.

"Otomatis warga sudah biasa dapat siaran tv dan radio dari Malaysia. Itupun hidupnya hanya beberapa jam di malam hari," ujar Wahyudi, warga Desa Sebatik Induk yang juga ketua Forum Bela Negara Kaltara, Minggu (26/2017).

Marlina, salah satu kader Forum Bela Negara yang lahir di Desa Batang namun pindah ke Desa Sebatik Timur menceritakan, Desa Batang tidak memiliki fasilitas sekolah dan tempat ibadah. Padahal jumlah penduduknya mencapai lebih dari 50 kepala keluarga.

Berangkat dari keprihatinan tersebut, pada akhir Juli lalu, sejumlah kader Forum Bela Negara yang berada di Sebatik terketuk hatinya untuk membantu penyediaan pendidikan dengan membangun sekolah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD).

“Tanggal 22 Juli 2017 saya bersama anggota FBN dan beberapa pemuda Sebatik datang ke wilayah tersebut membawa peralatan seadanya,” imbuh Wahyudi.

Rencana membangun sekolah PAUD bagi anak-anak Desa Batang disambut positif warga. Salah satu bangunan gubuk kosong milik warga desa yang ditinggal pemiliknya bekerja di Malaysia kemudian direnovasi menjadi sekolah PAUD atas seizin ketua RT.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com