Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ricuh, Eksekusi Tanah Adat Sunda Wiwitan Gagal

Kompas.com - 24/08/2017, 14:50 WIB
Muhamad Syahri Romdhon

Penulis

KUNINGAN, KOMPAS.com – Proses eksekusi tanah adat Sunda Wiwitan di Desa Cigugur, Kecamatan Cigugur, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat berlangsung ricuh, Kamis (24/8/2017). Dua petugas satpol pp, satu polisi, dan satu warga terluka sehingga dibawa ke rumah sakit.

Pengadilan Negeri Kabupaten Kuningan akhirnya menyatakan eksekusi gagal.

Kericuhan terjadi setelah warga adat Sunda Wiwitan yang didukung berbagai elemen massa sendiri yang melakukan aksi menolak eksekusi tanah adat seluas sekitar 224 meter persegi terlibat adu dorong dengan petugas keamanan.

Kericuhan pertama terjadi saat ibu-ibu warga adat Sunda Wiwitan yang menyanyikan lagu-lagu kebangsaan sambil menangis terlibat saling dorong dengan polisi wanita (polwan) Polres Kuningan yang menjaga pelaksanaan eksekusi.

Sejumlah ibu-ibu berteriak karena kaki mereka terinjak dan juga terjepit-jepit. Menghindari jatuhnya korban, ibu-ibu langsung ditarik ke barisan belakang dan melakukan aksi tidur di jalan menuju titik eksekusi.

Kericuhan juga terjadi antara petugas pengamanan yang terdiri dari polisi dan Satpol PP Kabupaten Kuningan dengan massa aksi, yang terdiri dari warga adat, LSM GMBI, mahasiswa, dan warga umum.

Mereka terlibat saling dorong hingga adu pukul. Seorang petugas polisi, dua petugas Satpol PP, dan seorang warga adat dilaporkan terluka, dan langsung dibawa ke rumah sakit yang berjarak dekat.

Kedua belah pihak akhirnya mundur setelah mengetahui adanya sejumlah orang yang terluka.

Baca juga: Perjalanan Warga Adat Sunda Wiwitan Pertahankan Cagar Budaya

Melihat kondisi tersebut, Juru Sita Pengadilan Negeri Kuningan langsung menyampaikan berita acara bahwa proses eksekusi dinyatakan selesai dan gagal.

Informasi tersebut membuat para warga adat berteriak gembira dan bersyukur atas perjuangan bersama.

Andi Rukmana, panitera pengadilan Negeri Kuningan mengungkapkan hasil koordinasi dengan kepolisian, ketua pengadilan dan seluruh elemen bahwa sepakat tidak boleh ada lagi korban yang jatuh. Pengadilan negeri kuningan menegaskan, proses eksekusi dianggap selesai dan gagal. Pemohon dapat melanjutkan kasus, namun harus melakukan pengajuan dari awal lagi.

“Berdasarkan perkara nomor 07 tahun 2009 yang telah berkuatan hukum tetap, telah melalui proses banding, kasasi, bahkan peninjauan kembali, yang dimenangkan Jaka Rumantaka, hari ini dilaksanakan eksekusi. Namun melihat kondisi di lapangan, timbulnya korban, Pengadilan Negeri menetapkan pelaksanaan eksekusi gagal,” ucap Andi ditemui di lokasi.

Berdasarkan bukti yang dimiliki pengadilan negeri sebut Andi,  tanah seluas 224 meter persegi, yang menjadi sengketa adalah tanah waris bukanlah tanah adat. Tanah tersebut adalah harta waris pemohon yang merupakan cucu dari kakek sang pemilik tanah, yang saat ini ditempati pihak ketiga.

“Kalau melihat bukti-bukti yang diberikan pemohon ke pengadilan, tanah ini awalnya punya pak Madrais kemudian beralih ke Pangeran Teja Buana berdasarkan letter C desa. Tidak tertulis milik adat atau apa. Kalau melihat silsilah itu garis keturunannya,” kata Andi.

Warga adat langsung menggelar doa dan syukur di lokasi. Mereka menangis terharu lantaran proses sengketa yang berlangsung bertahun-tahun akhirnya selesai dan dinyatakan gagal.

Namun, bila pemohon eksekusi kembali melakukan pengajuan, warga adat akan kembali mempertahankan tanah yang dinilainya sebagai tanah adat, bukanlah tanah waris.

Okki Satria, warga adat sekaligus koordinator aksi mengaku bersyukur upaya eksekusi dianggap selesai dan gagal, tanpa merusak bangunan dan tanah. Namun warga adat tetap akan melanjutkan perjuangan hingga pengaduan pemohon yang hari ini digagalkan menjadi berstatus batal.

Untuk mencapai proses tersebut, pihaknya sedang melakukan dua buah proses gugatan.

“Kami akan melanjutkan perjuangan dari gagal ke batal. Ada dua gugatan yang sedang dijalani. Pertama, status tersangka mantan lurah yang melakukan dokumen girik palsu. Kedua, juga menggugat keterangan palsu yang mengaku bahwa pemohon eksekusi sebagai ahli waris dari Pangeran Teja Buana. Sedangkan aturannya adalah semua anak, dan cucu keturunan harus ikut menandatangani di pengadilan,” kata dia.

Kompas TV Tapi siapa sangka, Kabupaten Garut juga ternyata merupakan penghasil kopi kualitas wahid, terutama jenis kopi arabika.

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com