BANDUNG, KOMPAS.com - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jawa Barat, Yayat Hidayat mengaku heran dengan rendahnya partisipasi politik masyarakat di Jawa Barat. Padahal, alokasi anggaran untuk meningkatkan jumlah pemilih terbilang besar.
Berkaca pada Pilkada Jabar 2013, dari 32,5 juta pemilih, partisipasi masyarakat Jawa Barat hanya sekitar 65 persen.
"Sepanjang sejarah reformasi (tingkat partisipasi) semakin hari semakin menurun. Padahal 'GR'-nya kami di KPU, setiap Pemilu berusaha sekuat tenaga, banting tulang, bagaimana mensosialisasikan agar informasi sampai ke masyarakat. Tapi partisipasi masih turun," ungkap Yayat dalam rapat koordinasi Pilkada di Aula Barat Gedung Sate, Kamis (10/8/2017).
Yayat mengatakan, tren negatif ini disebabkan anggapan masyarakat yang menilai pemilu bukan produk demokrasi yang mampu mengubah nasib.
(Baca juga: Cegah Penyalahgunaan Anggaran Rp 1,1 Triliun, KPU Jabar Gandeng BPKP)
"Artinya bahwa persepsi masyarakat terhadap Pemilu semakin menyedihkan. Persepsinya kurang baik terhadap Pemilu. Pemilu tidak bisa diharapkan sebagai instrumen untuk mengubah nasib seseorang," kata Yayat.
Karena itu, dalam Pilkada 2018, KPU membuat sebuah program yang melibatkan berbagai pihak untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam Pilkada. Salah satunya, bekerja sama dengan tiga perguruan tinggi di Bandung, yakni Unpad, ITB, dan Unpar.
"Berkaitan soal sosialisasi, mulai 2004 sampai sekarang perasaan sudah sangat optimal. Biaya juga tidak sedikit dan menginformasikan apapun yang ada di dalam Pemilu. Tapi hasilnya juga tidak menggembirakan," ucapnya.
"Mudah-mudahan hasil riset Universitas Katolik Parahyangan nanti bisa membantu mendongkrak meningkatkan partisipasi. Saya targetkan di Pilkada 2018 mendatang partisipasinya bisa seperti pemilihan legislatif, ya sekitar 73 persen," jelasnya.