Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jauh dari Laut, Desa Jono Terkenal Sebagai Sentra Pembuatan Garam

Kompas.com - 08/08/2017, 13:20 WIB
Puthut Dwi Putranto Nugroho

Penulis

GROBOGAN, KOMPAS.com - Sepintas tidak ada yang membedakan Desa Jono, Kecamatan Tawangharjo, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, dengan kondisi geografis desa lainnya.

Namun, di seantero Kabupaten Grobogan, Desa Jono sudah dikenal sebagai sentra pembuatan garam. Sumber mata air setempat berasa asin sehingga oleh warga dimanfaatkan untuk menciptakan garam.

Meski hanya ada satu lokasi yang khusus dijadikan obyek untuk membuat garam di Desa Jono, keberadaan para petani garam di kawasan ini mengundang tanda tanya besar karena lokasi Kabupaten Grobogan berlokasi jauh dari lautan.

Siang itu, terik matahari begitu menyengat kulit, di hamparan kosong yang luas itu sejumlah petani garam berjibaku meracik garam. 

Ada puluhan petak tanah yang masing-masing berisi satu keluarga petani garam dengan proses produksinya. Satu petak milik masing-masing itu berukuran sekitar 80 meter x 6 meter.

Petani garam Desa Jono, Tawangharjo, Grobogan, Jateng menimba air sumur yang berisi sumber air asin dan panas, Senin (7/8/2017) siang.KOMPAS.com/Puthut Dwi Putranto Petani garam Desa Jono, Tawangharjo, Grobogan, Jateng menimba air sumur yang berisi sumber air asin dan panas, Senin (7/8/2017) siang.
Proses untuk menciptakan garam di Desa Jono dilakukan secara tradisional dengan peralatan apa adanya.

(Baca juga: "Bingung, Garam Kok Bisa Langka...")

Uniknya, pasokan air asin sebagai bahan utama pembuatan garam diperoleh dari beberapa sumur yang sudah tersedia di lokasi tersebut.

Semula muncul beberapa titik sumber mata air asin di satu lokasi itu hingga akhirnya dibuatkan sumur sebagai wadah.

Selain berasa asin, air sumber itu juga panas mendidih.  Air asin dari sumur kemudian dialirkan melalui pipa menuju sebuah bak penampungan yang dibuat seperti kolam.

Air dari bak penampungan itu selanjutnya ditimba dan diisikan ke dalam klakah (batang bambu yang dibelah menjadi dua). Klakah-klakah yang sudah terisi air selanjutnya dijemur di bawah terik matahari hingga membentuk kristal-kristal garam.

Proses pembuatan garam hingga pengeringannya membutuhkan waktu 10 hari saat musim kemarau. Belum ada sejarah pasti yang menyebutkan kapan pembuatan garam berlangsung di Desa Jono.

Meski demikian, warga meyakini pembuatan garam yang turun temurun itu sudah ada sejak ratusan tahun silam. Berdasarkan cerita yang beredar di masyarakat, kemunculan sumber mata air asin dan panas di Desa Jono erat kaitannya dengan legenda "Jaka Linglung".

Konon, sumber mata air itu terbentuk akibat menyembulnya Jaka Linglung dari dalam bumi. Sumber mata air itu berhubungan dengan lubang jalan pulang Jaka Linglung dari laut selatan menuju Kerajaan Medang Kamulan setelah berhasil mengalahkan Prabu Dewata Cengkar.

Jaka Linglung yang merupakan putra Ajisaka diutusnya membunuh Prabu Dewata Cengkar yang telah berubah menjadi buaya putih di Laut Selatan. Dalam perjalanan itu, Jaka Linglung berjalan di perut bumi dengan menjelma menjadi seekor ular naga.

"Jaka Linglung keluar dari dalam tanah dan beristirahat sejenak di Desa Jono. Nah di situlah muncul sumber mata air yang kemudian dibuat sumur dan dimanfaatkan untuk membuat garam. Pembuatan garam sudah ada sejak ratusan tahun lalu. Dulu tahun 1960, jumlah petani garam ada ratusan orang, sekarang hanya tersisa 50 keluarga," kata Asrul (70), petani garam Desa Jono, ketika ditemui, Senin (7/8/2018).

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com