Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wayang Beber, Jangan Sampai Lenyap...

Kompas.com - 28/07/2017, 14:25 WIB
Markus Yuwono

Penulis

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Suara sinden diiringi alunan gamelan yang dimainkan di sekitar dusun Gelaran II, Desa Bejiharjo, Kecamatan Karangmojo, Gunungkidul, Yogyakarta. mengiringi pertunjukan wayang beber, Kamis (27/7/2017) malam.

Wayang beber berbeda dengan wayang kulit. Setiap tokohnya dibuat satu karakter. Wayang beber merupakan gulungan kertas wayang yang berisi cerita pewayangan.

Setiap lembar ujungnya diberikan tongkat kayu panjang yang digunakan untuk menggulung cerita atau memperlihatkan cerita selanjutnya. Tongkat kayu tersebut dimasukkan kedalam lubang yang disiapkan di kotak kayu penyimpan wayang.

Saat pertunjukan, dalang menggunakan kayu kecil untuk menunjukkan tokoh yang diceritakan. Pengiringnya atau wiyogo tak sebanyak wayang kulit yang bisa mencapai puluhan orang.

Wayang beber hanya dimainkan 10 orang bersama dalang dan asistennya. Meski jalan ceritanya cukup singkat, namun pertunjukan wayang Beber ini sangat jarang ditemui. Alunan musik pun tak banyak variasi.

Sesuai dengan sejarah lisan yang diceritakan turun-temurun, wayang ini sudah mulai dimainkan ratusan tahun lalu. Sebagai bentuk kesenian teater yang tergolong tertua, berbeda dengan wayang kulit yang sudah diakui UNESCO, tak banyak literasi mencatat perkembangan wayang beber.

"Wayang beber sudah ada sejak tahun 1283 oleh pujangga Ki Sungging Prabangkala (anak kelima dari Raja Brawijaya V dari Kerajaan Majapahit yang belajar membuat wayang)," kata Dalang Ki Karmanto Hadi Kusumo usai mendalang.

(Baca juga: Matah Ati Bawa Wayang Beber dan Samparan ke London)

Wayang beber yang ada di dusun tersebut merupakan satu di antara dua wayang yang masih tersimpan baik. Satu lainnya berada di Pacitan, Jawa Timur.

Di Gunungkidul, ada dua cerita, yakni kisah cinta Panji Asmorobangun dan Dewi Sekartaji (atau Galuh Candrakirana), serta Jaka Tarub. Pada Kamis malam, lakon yang dimainkan selama hampir 2 jam merupakan kisah cinta Panji.

Karmanto menceritakan, cerita itu berasal dari cerita sejarah jawa klasik berasal dari Kerajaan Kediri. Panji Asmoro Bangun atau Raden Inu Kertapati, dan Dewi sekartaji atau Galuh candrakirana, baru saja menikah.

Karena kalah pintar dengan istrinya, Panji kemudian memilih untuk menjadi bertapa di Bukit Penanggungan untuk mendapatkan kepintaran. Namun saat kembali, istrinya itu sudah dilamar banyak orang.

Saking banyaknya, Dewi membuat sayembara, siapa yang bisa melewati tongkat bisa menjadi suaminya selama-lamanya. Panji yang menyamar dan mengubah nama menjadi Remeng Mangun joyo ini akhirnya memenangi sayembara.

Tetapi beberapa peserta tak terima dan mengajaknya bertempur. Karena kesaktiannya, dia pun bisa menang.

Cerita ini dikemas dalam 8 gulungan wayang beber. Setiap gulungnya berisi 3 cerita. Durasi pementasan sekitar dua jam.

Karmanto mengaku, belajar wayang beber turun temurun. Sebagai salah satu keturuanan dalam silsilah pemilik wayang ini, dia termasuk yang bisa memainkannya. Sudah 15 tahun dirinya memainkan wayang beber.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Baca tentang


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com