SEMARANG, KOMPAS.com - Ribuan warga Nahdliyin di Kota Semarang, Jawa Tengah melakukan unjuk rasa menolak program full day school untuk anak didik, Jumat (21/7/2017).
Program itu dinilai akan mematikan keberadaan madrasah diniyah (Madin) di desa-desa.
Aksi unjuk rasa dari kalangan santri dan pengelola madrasah dimulai dari halaman Masjid Baiturrahman Semarang selepas shalat Jumat. Massa kemudian berjalan longmarch menuju kompleks perkantoran Gubernur Jateng di Jalan Pahlawan Semarang.
Masaa memekikkan kata-kata "tolak full Day school" dan "batalkan full Day school". Mereka berorasi dan membentangkan spanduk penolakan Permendikbud itu.
"Permen tentang lima hari sekolah ini jelas membawa dampak buruk bagi masyarakat, tapi pemerintah tetap saja memaksa untuk diberlakukan," kata koordinator aksi, Hudallah Ridwan.
Baca juga: Mendikbud: Perpres Pengganti Permen Full Day School di Mensesneg
Huda menyebutkan, kebijakan full day school lebih banyak kerugian dibanding manfaatnya. Secara budaya, program sekolah lima hari itu mengancam keberadaan madrasah diniyah. Padahal madrasah merupakan lembaga pendidikan yang mengajar budi pekerti kepada anak didik.
Madrasah, pondok pesantren juga ada sejak sebelum kemerdekaan. Oleh karenanya sebut dia, keberadaannya perlu dilindungi.
"Jika pemerintah tidak mencabut, kami akan aksi dengan massa lebih besar," tambahnya.
Aksi berjalan damai. Massa mendapat penjagaan ketat dari personel kepolisian.
Baca juga: Bupati Kukar: Full Day School Tak Masalah Asal Menyenangkan
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.