Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bupati Dedi Larang Sekolah Wajibkan Siswa Miskin Pakai Seragam

Kompas.com - 17/07/2017, 12:13 WIB
Irwan Nugraha

Penulis

PURWAKARTA, KOMPAS.com - Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi melarang sekolah mewajibkan siswa yang kurang mampu di wilayahnya memakai seragam.

Kepala sekolah juga diwajibkan melaporkan langsung siswa yang tak pakai seragam tersebut kepada kepala daerah.

"Saya mengeluarkan larangan penggunaan seragam sekolah baik baju maupun sepatu bagi siswa yang tak mampu. Supaya para siswa tak ada alasan dan tak malu untuk pergi ke sekolah. Nanti kepala sekolahnya langsung lapor ke saya dan akan diberikan kelengkapan seragam sekolah bagi mereka melalui sistem gotong-royong yang selama ini terbangun di Purwakarta," jelas Dedi kepada wartawan, Senin (18/7/2017) pagi.

Baca juga: Sekolah 5 Hari di Purwakarta Tak Ganggu Pelajaran di Madrasah Diniyah

Dedi menambahkan, larangan penggunaan seragam tersebut sebagai langkah antisipasi para siswa supaya tak ada perbedaan antara siswa miskin dan kaya. Apalagi, sejatinya pendidikan bagi anak tak pernah ada pembedaan strata ekonomi seseorang.

"Sebetulnya permasalahan seragam bagi siswa saat akan masuk sekolah menjadi sangat krusial hampir tiap tahunnya. Saya pun mengeluarkan larangan ini agar semua pelajar di Purwakarta bisa mendapatkan hak pendidikannya secara layak tanpa ada sekat kondisi ekonomi," tambah Dedi.

Dedi pun mengimbau kepada seluruh orangtua yang kurang mampu untuk tak malu membiarkan anaknya tak pakai seragam ke sekolah. Pihaknya pun akan langsung membantu menyediakan kelengkapan sekolahnya secara gratis.

"Kepada para orangtua yang tak memiliki kemampuan, biarkan saja anaknya tak pakai seragam ke sekolah. Jangan sampai menghambat anaknya mendapatkan pendidikan gara-gara permasalahan seragam. Terus kata siapa juga mendapatkan pendidikan harus diseragamkan, pakaian itu sebagai pelengkap saja dan yang paling penting mendapatkan pendidikannya," ujarnya.

Upayanya tersebut, tambah Dedi, sebagai penerapan prinsip "Prihatin bagi yang Miskin, Berbagai bagi yang Kaya". Artinya, bersekolah untuk mendapatkan pendidikan dengan kemampuan yang dimilikinya, dan bagi orang kaya jangan pamer saat berada di sekolah ketika mengantar anak-anaknya.

Dedi pun tak sedikit menemui warganya yang mengaku sebagai orang tak mampu, padahal kenyataannya berkecukupan.

Baca juga: Diangkat Anak oleh Bupati Purwakarta, Remaja Yatim Asal Tasik Menangis

Menurut Dedi, pelajar zaman dulu sudah terbiasa membantu orangtuanya terlebih dahulu bekerja seperti ke pasar dan ke sawah baru berangkat ke sekolah dan tak pernah ada perasaan malu.

"Beberapa kali saya ditemui oleh orangtua yang mengaku tak mampu membeli seragam untuk anaknya padahal dia menghadap ke sayanya memakai perhiasan gede. Siswa di negara maju saja seperti Jepang, siswa kaya dan berada, tak malu pakai kendaraan umum dan berjalan kaki," tandasnya.

Kompas TV Survei Elektabilitas Jelang Pilkada Jabar 2018

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com