Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Gajah Mada Islam atau Tidak, Itu Tidak Penting..."

Kompas.com - 19/06/2017, 21:09 WIB
Wijaya Kusuma

Penulis

YOGYAKARTA,KOMPAS.com - Wakil Ketua Pengurus Daerah Muhammadiyah (PDM) Kota Yogyakarta Ashad Kusuma Djaya meminta semua pihak untuk tidak hanya melihat pada hasil akhir terkait kajian Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) PDM mengenai Kerajaan Majapahit dan sang patihnya, Gajah Mada.

Ashad menekankan pentingnya suatu proses dalam hal ini pengkajian yang dilakukan LHKP. Menurut dia, segala proses intelektual harus dihargai.

"Bagi kita saat itu kesimpulan seperti itu tidak terlalu penting sebenarnya. Gajah Mada Islam atau tidak, itu tidak penting," ujar Ashad saat ditemui Kompas.com, Sabtu (17/06/2017) malam.

Dia menuturkan, anak muda tertarik untuk datang berdiskusi dan turut mengkaji karena adanya tawaran alternatif metodelogi.

Salah satu metode yang menarik adalah komunitas Herman Sinung Janutama sering datang ke pemakaman. Mereka melakukan pengamatan dan penelitian, hingga mengetahui zaman saat nisan yang ada di suatu makam dibuat.

Herman Sinung Janutama, merupakan penulis buku "Kesultanan Majapahit" dan menjadi salah satu yang diundang dalam kegiatan diskusi LHKP.

Menurut Ashad, komunitas tersebut antara lain bisa mengidentifikasi bentuk-bentuk nisan, misalnya nisan pada zaman kerajaan Majapahit.

"Beliau membaca manuskrip misalnya babat apa, nah beliau tidak merujuk pada hasil yang sudah ada. Tetapi mendatangi sendiri tempat yang kira-kira disebutkan dalam manuskrip itu, kemudian mencari data, bertanya kepada masyarakat sekitar dan sebagainya," katanya.

Baca juga: 100 Benda Pemberian Dimas Kanjeng, dari Keris Majapahit hingga Patung Bung Karno

Di dalam diskusi yang difasilitasi oleh LHKP saat itu lanjutnya, tidak hanya Herman yang menyampaikan pengkajian. Tetapi juga ada narasumber lain sebagai pembanding.

"Ada teman yang kita undang juga, seperti Pak Joko Suryo. Pada waktu itu Pak Joko Suryo juga mengkritisi, ya kita terima karena yang penting bukan kesimpulannya. Tetapi bagaimana ini menjadi salah satu cara pandang yang ditawarkan," ucapnya.

Menyikapi yang berkembang saat ini, Ashad mengajak semua pihak menghargai proses. Menurut dia apa yang berkembang di media sosial juga tidak sepenuhnya tepat.

"Kami pada waktu itu menghargai betul proses intelektual yang sedang dijalani mas Herman," sebutnya.

Proses intelektual itu lanjut dia, sesuatu yang tidak sembarang orang mau menekuni. Apalagi proses intelektual yang di luar mainstream.

"Seakan-akan itu akan menjadi justifikasi padahal tidak seperti itu. Kenapa kalau Gajah Mada itu Islam, enggak ada apa-apanya. Tetapi proses intelektual untuk menemukan itu dan memberikan alternatif-alternatif itu yang menarik," urainya.

Menurut dia segala proses intelektual itu harus dihargai. Kalaupun ingin menolak harus dengan cara yang intelektual juga.

"Mereka juga perlu berpikir dengan metodelogi alternatif, jangan terjebak pada kemapanan. Kalau ingin menolak ya mari menolak secara metodelogi juga, itu yang menunjukkan seorang intelektual dan tidak," katanya. 

Baca juga: Penjelasan Muhammadiyah Kota Yogyakarta soal Gaj Ahmada yang Viral

Kompas TV Seperti Apa jejak Islam pada Masa Kejayaan Majapahit? Yuk, tonton videonya

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com