Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengantar Shila dan Amin Kembali ke Hutan

Kompas.com - 14/06/2017, 08:09 WIB
Kontributor Pontianak, Yohanes Kurnia Irawan

Penulis

MELAWI, KOMPAS.com - Shila dan Amin, kedua orangutan itu akhirnya kembali ke habitatnya di hutan Kalimantan. Mereka dilepasliarkan di Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya (TNBBBR) yang terletak di Kabupaten Melawi, Kalimantan Barat, Jumat (9/6/2017) yang lalu.

Tak mudah memang untuk mengantarkan kedua orangutan itu ke habitatnya.

Perjalanan dari Ketapang, tempat mereka di rehabilitasi di International Animal Rescue (IAR) Indonesia, menuju TNBBBR cukup panjang. Tim pelepasan dari IAR dan BKSDA Kalbar berangkat dari Ketapang sejak Rabu (7/6/2017) dinihari dan tiba di kawasan TNBBBR pada Kamis sore.

Perjalanan ditempuh dengan menggunakan mobil selama 17 jam ditambah menggunakan perahu selama 1 jam dan dilanjutkan dengan berjalan kaki selama 4 jam.

Untuk meminimalisasi tingkat stres, Amin dan Shila diistirahatkan dulu di dalam kandang habituasi selama 1 malam.

Pelepasliaran dilakukan keesokan paginya di hari Jumat di titik pelepasan yang sudah ditentukan sebelumnya.

Koordinator tim medis IAR Ketapang, Sulhi Aufa, mengungkapkan, sebelum dilepasliarkan, tim medis harus memastikan kondisi Amin dan Shila dalam keadaanbaik. Mulai dari kesehatan, fisik, serta perilaku alaminya. Pada tahap terakhir sebelum dilepaskan, tim IAR Indonesia memasukkan mereka ke dalam pulau khusus untuk melakukan pengambilan data perilaku orangutan.

“Sejauh ini data perilaku Amin dan shila menunjukkan hasil yang positif. Mereka sudah mahir memanjat, mencari makan, membuat sarang, jarang sakit dan tidak ada perilaku abnormal. Ini berarti mereka sudah siap dilepasliarkan dan bertahan hidup di alam bebas,” ungkap Sulhi Aufa, Selasa (13/6/2017).

Manager Operasional IAR Indonesia Adi Irawan, menjelaskan tim monitoring merupakan warga desa penyangga di kawasan TNBBBR yang sudah terlatih untuk melakukan kegiatan monitoring orangutan.

Karena Amin dan Shila merupakan orangutan hasil rehabilitasi, IAR Indonesia menerjunkan tim monitoring untuk memantau perkembangan kedua orangutan ini di alam bebas selama 1-2 tahun. Tim monitoring yang berasal dari desa-desa penyangga kawasan taman nasional ini akan mengikuti orangutan dari bangun tidur sampai tidur lagi.

“Kegiatan monitoring ini dilakukan untuk memastikan kondisi mereka di alam bebas. Tim juga akan memastikan merekasurvive dan akan melibatkan tim medis bila kondisi mereka dirasa kurang bagus,” jelas Adi.

Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya dipilih sebagai tempat pelepasliaran karena statusnya sebagai Taman Nasional dapat menjamin keselamatan satwa yang ada di dalamnya, termasuk orangutan yang telah dilepasliarkan.

Selain itu, kondisi hutan di sana masih bagus dan pakan alami orangutan berlimpah. Potensi ini diketahui dari hasil survey oleh tim IAR pada tahun 2011.

Program Direktur IAR Indonesia, Karmele Sanchez, mengungkapkan sampai saat ini Pusat Penyelamatan dan Konservasi IAR Indonesia Ketapang telah menampung lebih dari 100 individu orangutan dan diperkirakan jumlahnya akan terus bertambah sejalan dengan hilangnya habitat mereka akibat pembukaan hutan untuk perkebunan.

Hal itu juga menyebabkan IAR Indonesia semakin kesulitan menemukan hutan yang aman untuk melakukan pelepasliaran. Padahal proses rehabilitasi juga bukan sesuatu yang murah dan mudah. Perlu waktu bertahun-tahun sebelum mereka dapat dilepasliarkan.

Halaman:



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com