Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Keroyok Tertuduh Penculik hingga Tewas, Warga Satu Kecamatan Dihukum Adat Dayak

Kompas.com - 13/06/2017, 17:25 WIB
Kontributor Pontianak, Yohanes Kurnia Irawan

Penulis

MEMPAWAH, KOMPAS.com - Dewan Adat Dayak (DAD) Kabupaten Mempawah menggelar ritual adat "pati nyawa" di Desa Amawang, Kecamatan Sadaniang, Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat, Senin (12/6/2017).

Rangkaian adat "pati nyawa" ini digelar untuk memberikan hukuman kepada masyarakat dan pejabat yang tergabung dalam unsur musyawarah pimpinan kecamatan (muspika), terkait kasus pengeroyokan terhadap Maman Sudiman pada 26 Maret 2017 lalu akibat berita hoax penculikan anak.

Sebelumnya diberitakan, seorang warga Kota Pontianak, Maman Sudiman (50), meninggal dunia setelah dihakimi massa di Desa Amawang, Kecamatan Sadaniang, Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat, Minggu (26/3/2017) sore.

Baca juga: Korban Isu Penculikan, Pria Ini Tewas Dihakimi Massa saat Antar Beras untuk Anaknya

Ketua Forum Timanggung DAD Kabupaten Mempawah, Matius Manap mengatakan, pengeroyokan terhadap Maman terjadi karena kelalaian semua unsur, termasuk pemerintah, sehingga mereka harus dikenai hukum adat.

Hadir adalam acara tersebut di antaranya pengurus DAD Kabupaten Mempawah dan se-Kecamatan Sadaniang, Forum Timanggung Kabupaten Mempawah, ketua DPRD Kabupaten Mempawah, kapolsek Toho, danramil Tohi, camat Sadaniang, kepala desa se-Kecamatan Sadaniang dan unsur masyarakat.

Adat pati nyawa ini dipimpin oleh Nyangahan dengan membaca mantra, kepada Jubata atau Tuhan, dengan peraga adat berupa tempayan 8 buah, babi, ayam, pulut, besi, tuak, dan lain-lain.

"Di mana dalam adat pati nyawa ini merupakan adat yang dikenai sesuai nyawa yang sudah melayang, yakni dengan jumlah uang tunai Rp 28.450.000 di luar biaya peraga adat lainnya," ujar Matius.

Matius menambahkan, ritual adat ini sebagai hukuman agar ada efek jera kepada masyarakat dan muspika agar lebih berhati-hati dalam bertindak.

"Adat ini digelar dengan artian antara keluarga terdakwa dan korban saling memaafkan serta tidak timbul dendam dan benci antara kedua belah pihak. Namun meskipun demikian tidak untuk mengurangi nilai-nilai hukum positif," ungkapnya.

Jika ritual adat ini tidak dilakukan, sambung Matius, maka alam akan menuntut nyawa kepada warga di daerah tersebut, dan jika dalam pelaksanaan adat ini berlebihan, maka Tuhan juga akan menuntut.

Matius menambahkan, pada pelaksanaannya, hukum adat ini merupakan hukuman tertinggi bagi adat masyarakat Dayak Kenayatan dan bisa berlaku untuk siapapun yang melanggarnya, tidak memandang suku, agama, ras, golongan dan sebagainya.

"Jika yang dikenai adat ini tidak mampu membayar adatnya maka akan diusir dari kampung tempat mereka tinggal," paparnya.

Matius berharap pengeroyokan yang merengut korban jiwa tersebut tidak disengaja, namun hanya karena masyarakat awam yang termakan isu hoax. Ia pun berharap kejadian ini tidak terulang lagi.

Baca juga: Langgar Hukum Adat, Satu Rumah di Jeneponto Dibakar Massa

Sementara itu, kuasa hukum dari keluarga korban, Hendri Rivai mengatakan, meskipun hukum adat sudah dilakukan, namun pihaknya meminta agar proses hukum pidana tetap dijalankan secara adil.

Dalam rangkaian ritual adat pati nyawa tersebut juga ditandatangani pernyataan sikap perdamaian antara keluarga korban dan terdakwa yang disaksikan oleh tamu yang hadir agar tidak ada unsur dendam antara kedua belah pihak.

Kompas TV Alunan musik dan tarian adat Dayak menyambut Wakil Presiden Jusuf Kalla, setibanya di Bandara Cilik Riwut, Palangkaraya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com