KENDAL, KOMPAS.com - Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Kendal Agus Rifai mengatakan, secara pribadi dia menolak kebijakan belajar 8 jam sehari di sekolah selama 5 hari.
Sebab, jika kebijakan itu dilaksanakan bisa mematikan sekolah sore seperti madrasah diniyah. Padahal di Kabupaten Kendal, menurut Rifai, banyak sekali madrasah diniyah yang hampir ada di semua desa.
“Tapi selaku kepala dinas, saya mendukung kebijakan pemerintah,” kata Agus Rifai, Selasa (13/6/2017).
Baca juga: 8 Jam Belajar Diterapkan, Memang Sudah Ada "Basic Study"-nya?
Rifai menjelaskan, Kendal adalah kota beribadat. Banyak sekali pondok pesantren dan sekolah agama di sore hari. Apabila kebijakan sekolah 5 hari diterapkan, sekolah keagamaan sore bisa hilang.
“Karena anak-anak pulangnya sore, otomatis tidak sempat sekolah sore,” katanya.
Agus Rifai mengatakan, sampai saat ini pihaknya belum menerima surat edaran, baik dari Provinsi Jateng maupun dari Mendikbud.
Namun, jelasnya, Dinas Pendidikan Kabupaten Kendal pada tahun 2014/2015 pernah melakukan uji coba sekolah lima hari sekolah bagi SMA dan SMK. Kebijakan tersebut dirasa kurang tepat.
Kemudian aturan belajar lima hari dikembalikan ke masing-masing sekolah.
Baca juga: Belajar 8 Jam Sehari Tak Cocok untuk Semua Sekolah, Ini Alasannya!
Salah satu warga Kendal, Rikayatun, mengatakan tidak mempersoalkan adanya aturan lima hari di sekolah. Namun, ia akan memilih menyekolahkan anaknya ke sekolah Islam, sehingga bisa mendapat pelajaran agama.
“Anak saya akan saya masukkan ke MTs. Sebab kalau sekolah 5 hari diterapkan, pulangnya sore dan tidak sempat sekolah agama sore hari,“ katanya.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.