Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pukul Warga Dayak, Oknum Perwira TNI AU Disidang Adat

Kompas.com - 09/06/2017, 16:22 WIB
Kontributor Pangkalan Bun, Nugroho Budi Baskoro

Penulis

PANGKALAN BUN, KOMPAS.com - Dewan Adat Dayak (DAD) Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah menggelar sidang adat di Rumah Betang Dayak, Desa Pasir Panjang, Pangkalan Bun, Jumat (9/6/2017). 

Sidang adat digelar terkait kasus pemukulan warga kampung Dayak Pasir Panjang, Freddy Fiesta, dan anaknya, pembalap Giancarlo Fiesta, yang dilakukan perwira TNI Angkatan Udara, Mayor Kal Fatkur Arifin.

Dalam sidang tersebut, terlihat sepiring beras ketan, sebutir telur ayam kampung, sebotol tuak, dan minuman fermentasi beras, sebagai simbol penyerahan penyelesaian kasus dari korban pemukulan, Freddy Fiesta kepada pimpinan sidang adat, Sukarna.

"Bahasa zaman dulu, beras ini pengganti kalimat kata-kata dalam surat. Telur ayam untuk pengganti badan diri orangnya. Dan tuak pengganti rasa haus orang yang sudah berjalan jauh untuk datang," jelas Sukarna.

(Baca juga: Ketua IMI Kotawaringin Barat Jadi Korban Pemukulan Oknum TNI AU)

 

Sayangnya, dalam sidang pertama ini, Fatkur tidak datang. Ia diwakili Kepala Dinas Operasional Pangkalan TNI AU (Lanud) Iskandar, Mayor POM Pintoko Agung, dan dua anggotanya.

Karena Fatkur tidak hadir, DAD Kotawaringin Barat akan melayangkan panggilan kedua. Sukarna mengatakan, sehari sebelumnya, Danlanud Iskandar mengatakan Fatkur masih harus diproses secara militer di Mahkamah Militer Makassar.

"Rencana sidang 17 Juni, Sabtu depan. Seandainya tersangka ini tidak datang juga dalam panggilan kedua, kami akan melakukan panggilan ketiga. Sampai tiga kali kami panggil tidak datang, kami akan ajukan ke DAD provinsi," jelasnya.

Menurutnya, Danlanud Iskandar menghendaki kasus ini cukup diselesaikan secara hukum militer. "Tapi kita melihat itu internal urusan mereka. Dan karena wilayah hukum adat tanah Dayak, harus kami proses," ucapnya.

"Tidak boleh diwakilkan. Wajib datang. Kalau diwakilkan harus ada wakil di atas materai Rp 6.000, kalau dia sanggup membayar sanksi, dan tidak boleh utang," tambahnya.

(Baca juga: Diduga Dianiaya Seniornya, Seorang Anggota Paskhas TNI AU Tewas)

Ia memaparkan, sanksi pemukulan adalah sebuah pantis atau guci kuno asli, senilai minimal Rp 5 juta. "Kami juga menuntut sanksi berikutnya karena ada unsur pelecehan, penghinaan. Dia memukul si korban di jalan umum kawasan rumah adat," kara Sukarna.

Sementara itu, Kepala Dinas Operasi Lanud Iskandar, Pintoko Agung enggan berkomentar. "Nanti biar ada komandan yang bikin statement, punten, punten, sorry banget," kilah dia.

Insiden pemukulan terhadap Freddy terjadi pada Jumat (2/6/2017) malam, di Jalan Raya Pasir Panjang. Insiden ini terjadi setelah Fatkur berupaya mendahului kendaraan Freddy.

Keluarga Freddy merasa tak terima dengan kejadian ini, sehingga memilih jalur adat setelah upaya pelaporan tidak memuaskan mereka.

Kompas TV Sokola Rimba bukanlah sebuah sekolah formal dengan adanya bangunan berdinding dan beratap.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com