Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rektor ITS Larang Propaganda Khilafah di Kampus

Kompas.com - 07/06/2017, 21:37 WIB

SURABAYA, KOMPAS.com - Rektor Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Prof Joni Hermana melarang segala bentuk propaganda penegakan khilafah dan meninggalkan demokrasi oleh sivitas akademika di kampus tersebut. 

Hal itu agar tidak menimbulkan kesalahan persepsi, khususnya bagi umat Islam.

"Dalam menjalani kehidupan di Indonesia, ada dua pegangan yang menjadi acuan bagi kehidupan yakni berkebangsaan (ragawi, horizontal, habluminannas) dan berkeagamaan (ruhani, vertikal, habluminallah)," kata Joni seperti dikutip dari Antara, di Surabaya, Rabu (7/6/2017).

Dia menyebutkan, untuk kehidupan berkebangsaan ada dua pegangan yang digunakan, yaitu landasan konstitusional (UUD 1945) dan landasan ideologi (Pancasila). Sedangkan untuk kehidupan berkeagamaan, khususnya umat Islam, juga terdapat dua pegangan yaitu Al Quran dan hadis.

"Artinya, kita wajib mengikuti kedua pegangan itu secara horizontal dan vertikal sekaligus, sebab jika melanggar salah satunya, kita akan mendapat konsekuensi hukum. Untuk urusan kebangsaan maka negara akan memberi sanksi, sementara untuk urusan keberagamaan, maka Allah SWT yang akan menjadi Penghukumnya," ujar Joni.

Baca juga: Survei SMRC: Hanya 9,2 Persen WNI Setuju Indonesia jadi Negara Khilafah

Dia mengatakan, ketika terlahir dan berkehidupan di negara Indonesia, maka semua hal yang berkaitan dengan ketentuan hukum di Indonesia berlaku. Termasuk prinsip dalam menerapkan ideologi kebangsaan, yaitu Pancasila, dan konstitusi negara kita yaitu UUD 1945. Artinya secara nasional, ini menjadi kesepakatan bersama yang harus ditaati.

"Kebebasan kita dalam menjalankan keberagaam kita juga dijamin dalam peraturan perundangan yang berlaku. Dalam Pancasila, hal ini dinyatakan sebagai Sila yang Pertama, yang memberi kebebasan bagi kita untuk menjalankan kehidupan sesuai dengan agama dan keyakinan yang dianut kita masing-masing," tutur alumnus Institut Teknologi Bandung (ITB) itu.

Karena itu, menurut Joni apapun yang bertentangan dengan prinsip yang berlaku di negara ini, tentunya tidak dapat dipaksakan untuk diberlakukan apalagi melalui cara-cara yang tidak sesuai dengan tata aturan yang berlaku.

"Contohnya, apabila seseorang berkeyakinan bahwa prinsip khilafah lebih baik daripada prinsip demokrasi yang saat ini berlaku di negara kita, maka hal ini bisa mempunyai dampak hukum apabila disampaikan dengan cara yang salah," ucapnya.

Joni mengemukakan, apabila keyakinan itu kemudian disampaikan secara terbuka dengan mengajak orang lain untuk meninggalkan demokrasi dan menggantinya dengan khilafah, itu bisa dikategorikan melawan negaranya sendiri, bahkan bisa dianggap makar dan berbahaya.

"Dalam hal ini saya tidak berbicara, apakah khilafah itu benar atau salah, baik atau buruk. Bukan. Sebab hal itu urusan lain yang berkaitan dengan keyakinan bathin seseorang dari keyakinan yang dianutnya. Jadi saya tidak membahas soal prinsip-prinsip dalam agama Islam," kata Joni.

ITS, kata Joni, sebagai lembaga pendidikan tinggi milik pemerintah, bangsa dan negara Indonesia, tentunya harus patuh dan menjalankan apa yang menjadi landasan yang telah disepakati secara nasional untuk berkehidupan kebangsaan.

"Karenanya kami tidak akan membiarkan kegiatan apapun yang dengan alasan apapun bertentangan dengan landasan yang berlaku tersebut," ucapnya.

Selain itu, dirinya tidak membenarkan mahasiswa dengan atribut ITS meneriakkan dan mengajak mahasiswa lain melawan negaranya sendiri. Menurut Joni, hal itu berarti pengingkaran terhadap janji dan kesepakatan sebagai warga negara. Karena itu, harus ditindak dan dicegah.

"Sikap saya ini, bukan berarti saya menyalahkan ajaran agama, tidak sama sekali. Sebab yang saya cegah dan tindak adalah kegiatan melawan hukum yang dilakukan di wilayah yuridiksi Indonesia. Itu saja," ujar dia.

Baca juga: Said Aqil: Nabi Muhammad Tidak Pernah Mendeklarasikan Negara Islam

Kompas TV Waspada Paham ISIS di Indonesia (Bag 3)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber ANTARA



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com