Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Aneh, Sertifikat Tanah BPN Kalah oleh Bukti Pembelian 2 Kerbau pada Masa Lampau"

Kompas.com - 31/05/2017, 19:41 WIB
Puthut Dwi Putranto Nugroho

Penulis

GROBOGAN, KOMPAS.com - Konflik internal menyoal kasus sengketa tanah dalam sebuah keluarga petani di Dusun Nongko, RT 06 RW 09, Desa Sumberagung, Kecamatan Ngaringan, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, menuai perhatian dari berbagai kalangan. 

Mereka berharap agar proses pengkajian permohonan banding di tingkat Pengadilan Tinggi nantinya bisa tuntas seadil-adilnya tanpa harus merugikan tergugat maupun penggugat.

Ketua LSM Gemadika Grobogan, Edy Tegoeh Joelijanto, mengatakan, proses perebutan hak tanah keluarga besar Mukhlisin (62) dengan Subari (76) yang tak lain adalah adik angkat ibunda Mukhlisin sendiri dinilainya sarat akan penyimpangan hukum.

Tegoeh pun menyebut, mencuatnya permasalahan ini ke publik justru secara kasat mata atau di luar perkiraan telah memicu "geger genjik" (keributan yang luar biasa) antara dua lembaga pemerintah yang berwenang.

Sebagai tergugat, yakni Kementerian Agraria dan Tata Ruang atau Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), dalam hal ini Kantor Pertanahan Kabupaten Grobogan, merasa terinjak-injak lantaran legalitas sertifikat tanah yang diterbitkan mentah di fakta persidangan.

Baca juga: Perjuangan Mukhlisin Pertahankan Hak Tanah yang "Termentahkan" oleh 2 Ekor Kerbau

Namun di sisi lain, upaya permohonan banding dari pihak ATR/BPN untuk mempertahankan keabsahan data sertifikat tanah secara tak langsung dianggap telah menodai keputusan final Majelis Hakim Pengadilan Negeri Purwodadi.

Tak digubrisnya validitas data sertifikat tanah BPN praktis memicu keresahan di kalangan masyarakat. Masyarakat pun mulai mempertanyakan legalitas sertifikat tanah yang mereka miliki.

"Inilah sejatinya hukum di Indonesia. Tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Kasus sengketa tanah ini menjadi aneh ketika sertifikat tanah dari BPN tidak dianggap dan kalah dengan bukti pembelian dua ekor kerbau pada masa lampau yang tak jelas. Berarti semua sertifikat tanah yang dikeluarkan BPN bohong semua dong. Terus apa gunanya BPN, bubarkan saja kalau begitu," kata Tegoeh kepada Kompas.com, Selasa (31/5/2017).

Dimutasi

Hasil penelusuran pihaknya, belakangan ini muncul kejanggalan-kejanggalan ketika proses upaya permohonan banding para tergugat tengah berlangsung.

 

Dalam beberapa hari ini, kata dia, dua pejabat teras yang dilibatkan dalam kasus sengketa tanah ini mendadak saja dimutasi. Sebut saja Kepala Seksi Sengketa Konflik dan Perkara Kantor Pertanahan Kabupaten Grobogan, Budiono dan Kepala Pengadilan Negeri Purwodadi, R Hendral selaku Majelis Hakim yang mengetok palu kasus Mukhlisin cs dan Subari. 

"Kenapa mutasi kok kebetulan pas lagi hangat-hangatnya kasus di perbincangkan. Ini disingkirkan bukan dimutasi. Pak Budiono pada pekan kemarin tiba-tiba saja dimutasi ke Kabupaten Semarang dan hari ini Pak R Hendral juga dapat surat mutasi. Pak Budiono kan yang tahu betul apa isi memo banding serta Pak R Hendral yang jadi Hakim Ketua kasus sengketa tanah ini. Ada apa ini," tegas Tegoeh.

Sementara itu Budiono ketika dikonfirmasi membenarkan bahwa dirinya telah dimutasi di wilayah Kabupaten Semarang. Hanya saja ia berujar bahwa mutasi merupakan kebijakan yang wajar terjadi dalam suatu instansi.

"Benar, beberapa hari ini saya dimutasi dan sudah bertugas di Kabupaten Semarang," tutur Budiono singkat.

Wakil Ketua Pengadilan Negeri Purwodadi, Cyrilla Nur Endah, menyampaikan bahwa memori banding kedua tergugat, yakni Mukhlisin cs dan pihak BPN, masih dalam proses penanganan Panitera Pengadilan Negeri Purwodadi.

Mukhlisin melalui kuasa hukumnya, Sarah Siti Nur Hayati mengajukan banding pada 16 Mei dan pihak BPN mengajukan banding pada 18 Mei.

"Maksimal tiga bulan kita proses untuk selanjutnya diserahkan ke Pengadilan Tinggi. Semua keputusan ada di tangan hakim. Dalam hal ini, Hakim Ketua yang menangani kasus sengketa tanah Mukhlisin dan Subari adalah Pak Hendral. Saya tak tahu banyak karena baru dua bulan ini menjabat," kata Cyrilla.

BPN terus berjuang

Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Grobogan, Dwi Priyosudarsono, menegaskan, pihaknya tak akan berhenti berjuang mempertahankan legalitas sertifikat tanah yang telah disahkan. 

Langkah itu bukan sebuah intervensi pihaknya untuk memenangkan upaya banding Mukhlisin cs sebagai salah satu tergugat. Melainkan murni supaya legalitas data sertifikat tanah BPN bisa diakui.

Satu di antara memori banding pihaknya adalah agar hakim bisa membatalkan keputusan hukum tetap (incraht) tersebut.

"Selama kami kalah, kami akan tetap lakukan upaya hukum agar legalitas data sertifikat tanah BPN tidak dibaikan. Tolong dicermati kembali dan jangan abaikan data dari pemerintah. Penerbitan sertifikat tanah pastinya sesuai prosedur hukum. Jadi sah dan tidak asal-asalan," tegas Priyo.

 

Mukhlisin beserta keluarganya berharap agar proses upaya banding pihaknya tidak berhenti di tengah jalan. Sebagai tergugat yang buta hukum, pihaknya hanya bertopang tangan kepada bantuan pengacara yang hingga saat ini belum pernah mereka temui.

"Kami pasrahkan kepada teman kami, Pak Saefudin mantan anggota DPRD Grobogan. Katanya sudah ada pengacara yang membantu kami. Untuk biaya kami sekeluarga patungan. Kami belum ketemu pengacaranya. Kami buta hukum, kami berharap dan berdoa muncul keputusan yang adil. Ini tanah kami, tak mungkin kami pergi melepasnya. Jangan usir kami dari tanah kami sendiri," kata Mukhlisin.

Prihatin

Ketua DPRD Kabupaten Grobogan, Agus Siswanto, mengaku prihatin dengan kasus sengketa tanah antara satu keluarga ini. Agus berharap kepada Majelis Hakim di Pengadilan Tinggi bisa memutuskan perkara seadil-adilnya tanpa harus merugikan masing-masing pihak.

"Kasus ini sangat miris. Kami berharap keputusan hakim adil sesuai dengan faktanya. Syukur-syukur berakhir damai. Kasihan ini satu keluarga berebut tanah, hanya gara-gara dua ekor kerbau. Tolong berdamailah, diselesaikan dengan baik-baik," terang Agus.

Kepala Kejaksaan Negeri Grobogan, Edi Handoyo pun merasa iba dengan kasus perselisihan sengketa tanah satu keluarga di desa terpencil itu.

"Jika Pak Mukhlisin sekeluarga ingin banding tanpa bantuan penasihat hukum, kami siap berikan pemahaman tentang hukum supaya mereka melek hukum," kata Edi.

Siap hadapi banding

Sementara itu, Kuasa Hukum Subari, Sutomo, tidak mempermasalahkan upaya para tergugat yang mengajukan permohonan banding. Pihaknya tetap meyakini bahwa keputusan Majelis Hakim sudah final.

"Keputusan hakim sudah benar dan adil. Semua telah terbukti di fakta persidangan. Kami yakin tetap menang. Tanah memang dibeli dengan dua ekor kerbau oleh Pak Subari kepada Parmi," katanya.

Sebagaimana diketahui, hakim di persidangan Pengadilan Negeri Purwodadi memenangkan gugatan Subari (76) atas tanah seluas 3800 meter persegi di Dusun Nongko, RT 06 RW 09, Desa Sumberagung, Kecamatan Ngaringan, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, Kamis (4/5/2017).

Dalam kasus sengketa tanah ini, Subari menggugat Mukhlisin dan keenam orang keluarganya. Bahkan Subari juga menggugat pihak kelurahan serta kantor Pertanahan Kabupaten Grobogan karena dinilainya telah memberikan keterangan palsu.

Mukhlisin bersama 14 orang keluarganya serta Subari tinggal berdampingan di atas lahan yang disengketakan tersebut. Selama turun temurun, mereka hidup rukun.

 

Namun, pada awal tahun 2016, Subari yang tak lain adalah adik angkat almarhum ibunda Mukhlisin mendadak menggugat keluarga besar petani itu di Pengadilan.

Subari ingin mengambil alih seluruh lahan yang disebut Mukhlisin sebagai warisan kakek kandungnya, almarhum Marto Kasmin.

Subari bersikeras bahwa tanah yang telah mereka tempati bersama selama bertahun-tahun itu adalah miliknya seorang. Sehingga, lima keluarga yang telah membangun rumah di sana harus hengkang.

Sengketa tanah antara dua pihak dari satu keluarga ini mengemuka ketika sertifikat tanah resmi yang dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) itu dimentahkan di pengadilan.

Baca juga berita terkait: Saat Dua Ekor Kerbau Mentahkan Sertifikat Tanah di Pengadilan

Keputusan hakim itu menjadi pukulan keras bagi Mukhlisin dan sanak saudaranya. Mereka menangis dan menjerit setelah mendengar keputusan hakim tersebut.

Sebab, keputusan itu berbanding terbalik dengan sertifikat tanah yang dikeluarkan pemerintah desa, termasuk sertifikat yang disahkan kantor Pertanahan Kabupaten Grobogan melalui Proyek Operasi Nasional Agraria (Prona).

Sertifikat tanah Subari adalah seluas 1.200 meter persegi, Mukhlisin seluas 1.240 meter persegi dan Adik Mukhlisin yakni Waji seluas 1.400 meter persegi. Sertifikat tanah itu telah diterbitkan pada tahun 1986.

Kompas TV Minggu (19/2), video amatir ini merekam peristiwa penolakan warga Bara-Baraya, Makassar terhadap anggota TNI yang memberikan surat peringatan untuk pengosongan rumah. Sengketa lahan ini sudah berlangsung lama. TNI meminta agar warga sipil yang menghuni asrama TNI segera mengosongkan rumahnya. Namun, warga mengklaim telah memiliki dokumen lengkap, seperti akta jual beli. Mereka berencana menggelar unjuk rasa untuk memperjuangkan hak.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com