AMBARAWA, KOMPAS.com - "Ter-copy, silakan kereta langsir ke jalur 1," ujar Lili salah salah satu petugas stasiun saat berkomunikasi dengan rekan kerjanya melalui perangkat walkie talkie yang digenggamnya, Minggu (28/5/2017).
Tak lama kemudian dari arah timur stasiun sebuah lokomotif yang menarik tiga gerbong kereta perlahan mendekat. Belasan calon penumpang yang sudah menunggu berjalan mendekati jalur kereta. Mereka terlihat tidak sabar untuk naik ke kereta tersebut.
"Mohon hati-hati. Dari arah timur gerakan langsiran kereta akan masuk di jalur 1," kata Lili kepada seluruh calon penumpang.
Sebelum naik, beberapa orang tua sempat mengabadikan anaknya menggunakan kamera ponsel dengan latar belakang gerbong kereta yang terbuat dari kayu.
Kereta tersebut merupakan kereta wisata yang menjadi wahana andalan yang ada di Museum Kereta Api Ambarawa, Jawa Tengah. Ketiga gerbongnya ditarik oleh lokomotif bermesin diesel.
Menurut penuturan Sunardi, seorang masinis, lokomotif itu dibuat di Jerman sekitar tahun 1960-an.
Kereta api wisata museum akan membawa anda menikmati secuil pemandangan lanskap kota Ambarawa dari stasiun yang terletak di dalam museum menuju stasiun Tuntang.
Saya sengaja memilih duduk dekat jendela agar bisa menikmati indahnya Ambarawa dan keramahan warganya. Beberapa kali kereta berpapasan dengan warga yang tinggal di sekitar jalur perlintasan kereta.
Saya melambaikan tangan sekadar untuk menyapa. Mereka pun membalas melambai sambil tersenyum lebar.
Petugas penjaga perlintasan kereta pun tidak kalah ramahnya. Saat menyetop kendaraan bermotor yang akan melintas, dia melambaikan tangan ke seluruh penumpang yang ada di dalam gerbong.
Kereta wisata reguler yang menarik tiga gerbong tua sekaligus berkapasitas 40 orang dalam sekali perjalanannya.
Wisatawan dapat membeli tiket di Museum Kereta Ambarawa mulai pukul 08.00 sejak stasiun tersebut buka. Harga tiket untuk perjalanan wisata reguler Rp 50.000.
Usai menikmati perjalanan Ambarawa - Tuntang, saya memilih untuk mengelilingi museum. Koleksi lokomotif tua sejak zaman Belanda berjajar rapi di atas rel kereta.
Di setiap lokomotifnya dipasang panel yang memuat informasi lengkap mengenai lokomotif tersebut. Meski tidak lagi digunakan, belasan lokomotif tua itu menjadi saksi sejarah perjalanan bangsa Indonesia dan kisahnya masih tersimpan rapat di dalamnya.
Baca juga: Membangkitkan "Arwah" Dr Tjipto Mangoenkoesoemo di Kota Ambarawa
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.