Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mbah Tun, Bertahan Hidup dari Jualan Keripik Keliling Kampung

Kompas.com - 08/05/2017, 15:28 WIB
Slamet Priyatin

Penulis

KENDAL,KOMPAS.com - Suatun (75), tinggal sendiri di rumahnya di Jalan Bodri RT 02 /VI Kebunharjo, Kecamatan Patebon, Kendal, Jawa Tengah.

Rumah berukuran 4x6 meter ini masih berdinding papan dan anyaman bambu, dengan lantai tanah. Rumah itu hanya memiliki satu kamar berukuran 2,5x3 meter dan kamar mandi. Sedangkan ruang tamu menyatu dengan  dapur. 

Tak ada interior mewah maupun sederhana, yang ada hanyalah dipan kecil dari papan di ruang tamu itu. Dipan inilah yang digunakannya untuk duduk.

“Saya sudah tinggal di sini sekitar 5 tahun lebih,” kata Suatun, Senin (8/5/2017).

Mbah Tun, biasa nenek itu disapa, setiap harinya berkeliling kampung jualan keripik dari tepung. Harganya Rp 1.000 per plastik. Untuk menjualnya, nenek yang telah memiliki cicit ini berkeliling setiap jam 6-9  pagi.

Seusai berdagang, ibu dari dua anak ini belanja bahan baku. Mulai dari tepung hingga bawang. Kalau tidak capek, ia kembali berkeliling menjual kerupuk milik saudaranya. Sore habis Ashar, Mbah Tun, mulai membuat adonan keripik dan menggorengnya, untuk dijual keesokan harinya.

“Setiap hari saya hanya mampu membuat 40 keripik tepung. Keripik itu saya jual keliling, dan pasti habis,“ kata Mbah Tun, Senin (8/5/2017).

Mbah Tun mengaku sudah 5 tahun membuat dan menjual kripik tepung secara keliling. Karena tidak punya modal, dirinya hanya mampu membuat 40 bungkus kripik, dari modalnya Rp 30.000. Sehingga ia bisa untung Rp 10.000.

“Sekarang bahan-bahan untuk membuat tepung naik. Padahal beberapa minggu lalu, modal Rp 30.000 bisa jadi 50 bungkus keripik,” imbuhnya.

Sebelum berjualan kripik tepung, Mbah Tun, bekerja menjadi pembantu paruh waktu. Tapi karena tenaganya sudah tua, tidak lagi ada yang membutuhkan.

“Kemudian, saya disuruh menempati tanah milik saudara, belum ada bangunan rumahnya. Karena saya tidak punya uang, lalu saya bangun sebisanya. Bentuknya seperti ini,” ujarnya.

Mbah Tun menjelaskan, anaknya yang paling besar tinggal di Tangerang, sebagai buruh serabutan. Sedang yang kedua, di Semarang ikut seorang dokter. Beberapa kali, kedua anaknya itu memintanya untuk tinggal serumah. Namun mbah Tun, belum mau.

“Anak saya hidupnya belum mapan, saya tidak mau merepotkannya,” tuturnya.

Mbah Tun mengaku pernah dibantu sekelompok orang yang menamakan diri dari organisasi sosial. Bantuan itu berupa uang sebesar Rp 500.000. Namun uang itu, tidak digunakan untuk menambah modal, melainkan memperbaiki rumahnya.

Sebab rumahnya kerap bocor dan beberapa dindingnya rusak. “Kalau saya sakit, tetangga sini yang merawat. Mereka juga sering memberi makan saya. Begitupun anak dan keponakan saya," pungkasnya.

Mbah Tun, menegaskan dirinya akan terus berjualan kripik tepung, sampai tenaganya sudah tidak kuat lagi. “Keripik tepung.....keripik tepung...., saya selalu berteriak begitu bila menjajakan dagangan saya secara keliling,” ucapnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com