Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Sumpah dan Kutuk Bagi Pemberontak Kerajaan Sriwijaya

Kompas.com - 08/05/2017, 08:10 WIB
Heru Dahnur

Penulis

PANGKAL PINANG, KOMPAS.com - Prasasti Kota Kapur yang ditemukan di Desa Kota Kapur, Kabupaten Bangka, Kepulauan Bangka Belitung, berisi kalimat-kalimat ancaman berupa sumpah dan kutukan terhadap pihak yang tidak tunduk pada penguasa kala itu.

Masyarakat umum pun bisa melihat langsung terjemahan isi prasasti itu, melalui replika yang dipajang di Museum Timah Pangkal Pinang

“Terjemahan ini menyatakan adanya keinginan penguasa Sriwijaya kala itu untuk memperluas pengaruh mereka ke luar Sumatera. Tak tanggung-tanggung bala tentara diberangkatkan untuk meminta pengakuan tunduk dari raja-raja di Pulau Jawa,” ujar Peneliti Museum Timah, Marita, Minggu (7/5/2017).

Ketika prasasti dibuat, ekspedisi dari Kerajaan Sriwijaya sedang bergerak di tanah Jawa. Misi ekspedisi saat itu adalah meminta pernyataan takluk dari penguasa Jawa.

“Pesan dalam prasasti menyebutkan, adanya beberapa pemberontakan, berhasil ditaklukkan penguasa Sriwijaya. Sehingga raja-raja yang lain diminta segera tunduk,” ujar Marita.

(Baca juga: Ini Arti dari Sebagian Tulisan Prasasti Tahun 869 Masehi)

Prasasti Kota Kapur yang memilki tinggi sekitar 1,5 meter ini dari tahun 686 Masehi. Pertama kali diselamatkan oleh administrator Belanda, Van der Meulen pada tahun 1892.

Berikut terjemahan Prasasti Kota Kapur:

Keberhasilan! Wahai sekalian dewata, yang berkumpul dan melindungi Kedatuan Sriwijaya ini; kamu sekalian dewa-dewa yang mengawali permulaan segala sumpah! Bilamana di pedalaman semua daerah yang berada di bawah Kedatuan ini akan ada orang yang memberontak yang bersekongkol dengan para pemberontak, yang berbicara dengan pemberontak, yang mendengarkan kata pemberontak; yang mengenal pemberontak, yang tidak berperilaku hormat, yang tidak takhluk, yang tidak setia, pada saya dan pada mereka yang oleh saya diangkat sebagai datu; biar orang-orang yang menjadi pelaku perbuatan-perbuatan tersebut mati kena kutuk biar […] dan biar mereka dihukum bersama marga dan keluarganya […] Tahun Saka 608, hari pertama paruh terang bulan Waisakha (28 Februari 686 Masehi), pada saat itulah kutukan ini diucapkan;   pemahatannya  berlangsung ketika bala tentara Sriwijaya baru berangkat  untuk menyerang bhumi jawa yang tidak takhluk kepada Sriwijaya. (Terjemahan bebas Coedes).

Desa Kota Kapur di Bangka yang menjadi lokasi penemuan prasasti, kini dipersiapkan sebagai destinasi wisata sejarah. Area Kota Kapur dibangun kembali, ditandai dengan peletakan batu pertama yang dihadiri Dinas Pariwisata dan Budaya pada Sabtu (6/5/2017).

“Dulunya Desa Kota Kapur termasuk kawasan penambangan timah. Dari sinilah muncul salah satu bukti keberadaan Sriwijaya,” ujar Kepala Bagian Humas Pemkab Bangka, Boy Yandra.

Saat era kejayaannya, Kerajaan Sriwijaya berstatus sebagai penguasa maritim yang menguasai jalur perdagangan internasional Selat Malaka.

Beberapa raja Sriwijaya yang pernah disebutkan seperti, Raja Daputra Hyang, Raja Dharmasetu, Raja Balaputradewa, Raja Sri Sudamaniwarmadewa, dan Raja Senggrama Wijayattunggawarman.

Sriwijaya mulai redup seiring datangnya serangan Majapahit sekitar tahun 1377.  

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com