Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perempuan Aceh Ini Dijuluki Si "Pemburu Darah"

Kompas.com - 21/04/2017, 06:16 WIB
Daspriani Y Zamzami

Penulis

BANDA ACEH, KOMPAS.com – Minggu pertama bulan April 2013, sepertinya waktu yang tak mungkin terlupa dalam hidup Nurjannah Husien. Adalah Hasbi (12), seorang penyandang thalassemia, datang berkunjung ke Sentra Thalassemia untuk transfusi. Namun karena dilanda demam, ia batal transfusi dan harus menjalani perawatan untuk menyembuhkan demamnya terlebih dahulu.

Selain itu, dokter menyatakan bahwa Hasbi juga mendapatkan gangguan limpa akibat penyakit yang diderita sudah memburuk dan harus menjalani operasi pengangkatan limpa.

Sang ayah menyetujui namun karena masih demam maka operasi harus menunggu kondisi Hasbi pulih terlebih dahulu. Hampir sepekan dirawat, kemudian Hasbi dinyatakan pulih dari demam dan harus menjalani operasi.

Detik-detik menegangkan dalam hidup Nurjannah pun dimulai, seiring dimulainya operasi Hasbi. “ Saat itu, saya menelepon para blooders (pendonor darah) kiri dan kanan, untuk memenuhi kebutuhan darah yang harus dipenuhi untuk Hasbi. Dia bergolongan darah O(+),” kata wanita yang akrab disapa Nunu itu kepada Kompas.com, Kamis (20/4/2017).

Para relawan Darah Untuk Aceh (DUA), komunitas pendamping para penyandang thalassemia di Aceh yang dimotori oleh Nunu, hilir mudik melakukan donasi darah untuk Hasbi sambil berharap kondisi Hasbi membaik. Seehari  setelah operasi yang menghabiskan 45 kantong darah, Hasbi tak mampu bertahan.

“Ia pun pergi meninggalkan kami untuk selama-lamanya. Bulir air mata tak mampu kami tahan, malam itu juga, kami mengantarkan jasad Hasbi ke rumahnya di Kecamatan Seulimum, Kabupaten Aceh Besar yang sekaligus menjadi tempat peristirahatan terakhirnya,” ucap Nunu.

Hasbi adalah thaller (penyandang thalassemia) keempat yang meninggal dunia diusianya yang masih sangat belia. Sebelumnya ada Fitriani, Aila, dan Muksalmina yang tak mampu bertahan dengan kondisi yang dialaminya.

Itu adalah sejumput kisah dari pengalaman Nunu. Sejak tahun 2012 lalu, dia membangun sebuah komunitas pendonor darah. 

Awalnya Komunitas bernama Darah Untuk Aceh (DUA) ini untuk membantu Palang Merah Indonesia (PMI) Kota Banda Aceh dalam memenuhi stok darah yang dibutuhkan pasien.   Kemudian komunitas ini aktif dalam upaya pendampingan terhadap penyandang thalassemia dan melakukan sosialisasi terhadap penyakit tersebut.

“Dalam perjalanannya kami menemukan para pasien penyandang thalassemia yang didominasi oleh anak-anak, dan mereka adalah pasien yang membutuhkan darah setiap hari, lalu saya dan teman-teman relawan akhirnya mulai fokus pada pendampingan untuk para penyandang thalassemia dan mendata semua para pendonor darah untuk bisa diminta berdonor pada waktunya,” ucap dia.

DUA pun aktif mensosialisasikan penyakit Thalassemia.

“Dengan mengenalkan thalassemia, sekaligus kami mensosialisasikan pentingnya berdonor darah serta manfaatnya, kemana-mana saya selalu bercerita tentang darah dan meminta lawan bicara saia untuk menjadi pendonor darah, sehingga orang-orang banyak menjuluki saya si pemburu darah, alias drakula,” tutur perempuan yang murah senyum itu.

Baca juga: 5 dari 8 Anak Keluarga Daud Pengidap Thalasemia Terima Bantuan Bupati

 

Daspriani Y Zamzami Berbagi ceria bersama para penyandang thalassemia di RSU Zainal Abidin Banda Aceh
Tidak semua orang paham dengan penyakit ini, termasuk keluarga penderita sekalipun. Thalassemia merupakan penyakit yang tidak menular namun mematikan. Penyakit ini merupakan penyakit yang diturunkan oleh orangtua dan hingga saat ini belum ada obat yang bisa menyembuhkannya.

Pemahaman para orangtua tentang Thalassemia memang masih sangat minim. Kondisi ekonomi yang lemah semakin memperburuk kondisi para thallers, karena tak mampu menjangkau rumah sakit untuk menjalani perawatan.

Saat ini, RSUD Zainal Abidin adalah satu-satunya rumah sakit yang berada di pusat ibukota Provinsi Aceh yang memberi layanan transfusi plus pemberian obat bagi penderita thalassemia di Aceh.

“Saat ini tercatat 300 pasien penyandang thalassemia menjalani pengobatan dan transfusi di RSUD Zainal Abidin, dan kami juga selalu mengunjungi para pasien dan meminta kepada keluarga agar mereka harus melakukan transfusi yang teratur untuk menjaga kualitas hidup pasien,” katanya.

Berkutat dengan darah

Mengetahui golongan darah seseorang, bagi Nunu adalah sebuah kewajiban dan pertanyaan utama saat ia mengenal orang baru. Hal itu karena aktivitasnya yang berkutat dengan darah dan pemahaman detil tentang darah, pemanfaatan darah dan bagaimana menjadi pendonor darah yang baik.

Sebelumya, perempuan berkacamata ini pernah bekerja di sebuah perusahaan farmasi, sejak tahun 1995 hingga 2012.

“Rutinitas bekerja yang juga dibawah tekanan, walau memberi profit yang lebih dari cukup tak membuat saya mampu bertahan di posisi district manager, hingga memutuskan untuk pensiun dini,” ucapnya.

Sepekan pertama tak bekerja seperti rutinitas sebelumnya membuat dirinya bahagia, dan merasa terbebas dari rutinitas, tetapi kemudian Nunu merasa jenuh karena tak memiliki aktivitas.

"Hingga akhirnya saya menemukan ide untuk mengumpulkan para relawan yang mau mendonasikan darahnya bagi sesama manusia, dan membentuk sebuah komunitas yang saya beri nama Darah Untuk Aceh (DUA)," sebutnya.

Di usianya yang kelima tahun – tepatnya 24 April 2017- Darah Untuk Aceh yang memiliki tagline “Darah Sehat Selalu Ada Untukmu “ berkomitmen untuk selalu berusaha membantu pemenuhan kebutuhan darah di PMI Aceh terutama untuk para penyandang thalassemia, dengan mengundang semua masyarakat untuk menjadi anggota sukarela dan siap mendonorkan darah serta mengkampanyekan pentingnya donor darah untuk kesehatan pendonor maupun keselamatan bagi penerima transfusi darah.

Tak heran, jika julukan pemburu darah terus melekat pada diri ‘kartini’ yang satu ini.

“Saya sih santai saja dengan julukan itu, memang seperti itu kenyataannya, berbincang dengan saya pasti tak lepas dari omongan tentang darah,” katanya.

Dengan menggunakan berbagai media, DUA terus mensosialisasikan manfaat donor darah bagi kesehatan dan manfaatnya bagi orang-orang yang membutuhkan.

Melalui media sosial, DUA mengajak anak-anak muda untuk bisa menjadi pendonor darah sejak dini. Dengan mendonorkan darah, manfaat yang dirasakan sangat banyak di antaranya bisa terhindar dari penyakit serius dan efek dari narkoba.

DUA juga menginspirasi beberapa daerah lain untuk melakukan dan membentuk lembaga yang sama, misalnya Darah Untuk Lampung (DUL) dan Darah Untuk Palembang (DUP).

Aceh sendiri saat ini menyandang status sebagai daerah sabuk Thalassemia di Indonesia. Jika tidak ada upaya untuk meminimalisasi penyebaran penyakit ini, dalam jangka waktu 20-30 tahun kemudian, Aceh terancam tidak memiliki generasi muda.

Memberi pemahaman dan edukasi tentang pentingnya menjadikan Aceh sebagai daerah “Zero Thalassemia” menjadi tantangan yang harus dilakukan oleh "Wanita Pemburu Darah" ini dengan DUA-nya. 

Baca juga: Aceh, Daerah Tertinggi "Carrier Thalassemia" di Dunia

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com