YOGYAKARTA, KOMPAS – Alumni sekolah berperan pada rantai kekerasan antar geng atau antar pelajar di Yogyakarta, DIY. Karena merasa masih menjadi bagian dari geng, mereka memiliki keinginan kuat untuk meneruskan semua kebiasaan, termasuk tradisi kekerasan yang sejak lama berjalan.
“Karena merasa masih menjadi anggota geng, para alumni memiliki kecenderungan untuk terus mengintervensi, memprovokasi agar tradisi kekerasan tersebut tidak terhenti,” ujar Kepala Kepolisian Daerah (Polda) DIY Brigadir Jenderal Ahmad Dofiri saat berdialog dengan wartawan di Kantor Harian Kompas, Jalan Suroto, Kotabaru, Kota Yogyakarta, Selasa (4/4).
Para alumni, kata Dofiri, juga memiliki kecenderungan menanamkan doktrin kepada para pelajar di almamater mereka bahwa sekolah mereka memiliki musuh abadi, yaitu siswa-siswa dari sekolah tertentu.
Oleh karena itu, Dofiri mengatakan, upaya antisipasi dan memutus mata rantai kekerasan dengan alumni sangat penting untuk dilakukan. Upaya tersebut bisa diwujudkan dengan melakukan penyuluhan di awal tahun ajaran baru, memberi tahu agar siswa-siswa baru jangan terprovokasi ikut masuk geng atau kelompok tertentu.
Dari keterangan yang diperoleh polisi saat melakukan pertemuan dengan sejumlah organisasi siswa dan mantan anggota geng terungkap bahwa upaya rekrutmen anggota geng kerap dimulai di masa orientasi siswa.
“Biasanya, yang didekati dan menjadi incaran untuk menjadi anggota geng adalah para siswa yang bandel, kerap terlambat, dan sering tidak mematuhi tugas dan kewajibannya,” ujar Dofiri.
Mereka kemudian didekati oleh senior dan alumni. Mereka diajak ikut menjadi anggota geng. Ajakan itu biasanya diungkapkan sembari mengajak siswa baru makan di kantin atau di warung sekitar sekolah.
Antisipasi
Untuk mengantisipasi maraknya aksi kekerasan antar pelajar, Dofiri mengatakan, pihaknya saat ini bermitra dengan sekolah, mengambil peran dengan ikut terlibat dalam program konseling siswa bermasalah bersama dengan guru bimbingan konseling (BK) di sekolah. Dalam hal ini, polisi bersama sekolah menemukan dua metode, yaitu dengan cara memanggil orangtua siswa ke sekolah, atau dengan menemui orangtua siswa di rumah masing-masing.
Dihubungi secara terpisah, Kepala SMA Muhammadiyah 7 Yogyakarta Berkah Beno Widodo mengakui, alumni memegang peranan penting dalam aksi kekerasan antar pelajar. Agar hal itu tidak terus berlanjut, pihaknya berupaya meminimalisir intervensi keterlibatan alumni dalam kegiatan-kegiatan sekolah seperti berkemah.
“Kalau ingin melibatkan, maka alumni yang dilibatkan harus benar-benar diseleksi dan dilihat rekam jejaknya oleh sekolah,” ujarnya.
Berkah mengatakan, saat ini SMA Muhammadiyah 7 berupaya mencegah aksi kekerasan dengan bekerjasama dengan kepolisian sektor (polsek) setempat. Kerjasama diwujudkan sekolah dengan melaporkan setiap kegiatan berkumpul yang tidak jelas di sekitar sekolah dan meminta agar kegiatan tersebut segera dibubarkan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.