Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Melawan Stigma Kusta di Lembah Nugraha Hayat (1)

Kompas.com - 15/03/2017, 19:01 WIB

Penulis

Felix mengenang, suatu hari mereka pernah dikepung oleh orang kampung. Rumah mereka dibakar. Gudang perbekalan yang disediakan oleh pemerintah ikut pula dibakar bersama isinya. Orang kampung menginginkan mereka keluar dari lokasi itu.

"Dinding rumah saya yang terbuat dari tripleks dihantam dengan balok. Jebol. Orang di luar sudah banyak, ada yang bawa senjata tajam. Saya keluar dan menghadapi mereka. Saya bilang, kami juga tidak ingin ada di sini, tapi pemerintah yang bawa kami ke sini. Jika kalian ingin menghanguskan tempat ini, silakan, tapi izinkan kami bawa barang-barang milik kami," ungkap Felix dengan ekspresi sedih yang tidak bisa disembunyikannya.

Padahal, 108 orang yang pernah mengalami kusta yang direlokasi ke Pandu itu sudah benar-benar sembuh. Felix sendiri kawin dengan istrinya yang juga merupakan orang yang pernah mengalami kusta. Dari pernikahan itu, dia dikarunia tiga orang anak, dan sudah punya cucu.

"Tidak ada satu pun anak dan cucu saya yang mengidap kusta hingga saat ini. Ya itu, karena kami sudah sembuh dan bakteri itu tidak akan menular jika sudah diobati," kata Felix dengan mantap.

Lewat beberapa program pendampingan, terutama yang dilakukan oleh Netherlands Leprosy Relief (NLR), sebuah lembaga pengendalian kusta dari Belanda, kini Felix dan sesama orang yang pernah mengalami kusta sudah bisa lebih terbuka dan diterima oleh masyarakat sekitarnya.

"Kalau dulu mereka anggap kami ini ancaman, dikucilkan, tapi sekarang orang kampung malah sudah banyak yang kawin dengan keluarga kami," tambah Marifa sambil tertawa.

Project Koordinator NLR Indonesia di Sulut, Rein Tampi, mengakui bahwa hal yang paling sulit dilakukan dalam pengendalian kusta adalah tantangan menghilangkan stigma yang terlanjur melekat di masyarakat.

"Jangankan masyarakat umum, bahkan banyak petugas medis dan dokter pun masih enggan bersentuhan dengan orang penderita kusta," kata Rein.

Dari data yang ada di NLR Indonesia, dalam 10 tahun terakhir (hingga 2015), jumlah penderita baru kusta di Manado menunjukan tren penurunan signifikan.

Pada tahun 2015, jumlah penderita baru kusta ada pada angka 152 penderita. Angka itu menurun separuhnya pada tahun 2015 yang tinggal 87 penderita.

Walaupun angka new case detection rate (NCDR) di Manado belum mencapai target dibawah 10 per 100.000 penduduk untuk dikategorikan sebagai daerah low burden, namun grafik NCDR dari 2005 terus menunjukkan tren penurunan.

NCDR pada tahun 2005 ada pada angka 36, dan menurun lebih dari separuhnya pada angka 16 pada tahun 2012 hingga 2014, dan pada 2015 ada pada angka 19.

"Provinsi Sulawesi Utara masih masuk dalam daftar 14 provinsi dengan beban kusta tinggi. Pada tahun 2015, Sulut mengoleksi 413 penderita terdaftar dan ada 428 penderita baru yang terdata," ujar Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sulut dr. Debbie Kalalo, MSc.PH.

Salah satu dokter konsultan kusta di Indonesia yang ada di Sulut, dr. Steaven Dandel, mengakui tak gampang untuk keluar dari daftar beban kusta tinggi itu. Padahal obat penyakit ini sudah tersedia gratis di semua puskesmas.

Pelibatan orang yang pernah mengalami kusta seperti Felix dan rekan-rekan lainnya dalam setiap upaya penyuluhan kepada masyarakat dapat memberi keyakinan bagi keluarga yang punya anggota penderita kusta untuk tidak malu datang melapor untuk segera ditangani.

"Dulu saya malu, tetapi sekarang tidak. Kami sudah seperti orang biasa saja, walau masih banyak juga yang takut mendekat kalau tahu kami orang yang pernah mengalami kusta," ujar Felix sambil tersenyum.

 

Bersambung: Melawan Stigma Kusta, Jangan Kucilkan Mereka (2)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com