Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita di Balik Ketiadaan Api di Hutan Konsesi...

Kompas.com - 10/03/2017, 15:28 WIB
Dimas Wahyu

Penulis

KOMPAS.com - Kapal motor kayu itu melaju, menerobos kolong Jembatan Ampera, Palembang, Sumatera Selatan. Beberapa kali, kapal dengan dua mesin itu harus berhenti setelah sekian kilometer.

Bising. Bunyinya meraung berulang-ulang, menandakan ada masalah pada mesin kapal sehingga kedua benda tersebut harus diangkat.

Kernet kapal melihat banyak serpihan kayu gelam tersangkut di mesin. Untuk itu, mesin harus diangkat sejenak, atau kapal digerakkan mundur sebentar.

Dua tiga-kali momen serupa berulang. Setelah melewati beberapa kapal tunda, kawasan konservasi gajah, dan perkampungan kecil, perjalanan sekitar 1,5 jam diombang-ambing Sungai Musi itu akhirnya berujung di area Asian Pulp dan Paper Sinar Mas di Ogan Komering Ilir (OKI) Sumatera Selatan.

"Kayu gelam memang akan tumbuh ketika lahan hutan dibuka dengan dibakar. Kondisinya sudah seperti ini sejak 1997," ujar Zulhadi Aziz, Social Security PT Bumi Andalas Permai atau BAP, salah satu mitra suplier Asia Pulp and Paper (APP) Sinar Mas, Kamis (9/3/2017) di OKI, Sumatera Selatan.

Membuka lahan dengan membakar sudah menjadi sesuatu yang dihindari. Semenjak masalah asap berdampak hingga negeri tetangga dua-tiga tahun lalu, kini api seakan sedemikian dimusuhi di kawasan APP.

Cara "memusuhinya" dengan mengajarkan masyarakat desa setempat untuk tidak membuka lahan melalui cara pembakaran. Warga atau petani diajak untuk beralih tanam padi, jeruk, kelapa, sampai budidaya dan produksi ikan bandeng presto.

Langkah itu masuk dalam program Integrated Fire Management (IFM) yang dipimpin Sujica Lusaka, Manager Fire Management APP Sinar Mas.

"Sejak awal 2016, kami mengadopsi IFM yang menekankan pada aspek pencegahan dalam bentuk sosialisasi bahaya karhutla (kebakaran hutan dan lahan), program peningkatan ekonomi masyarakat lokal, dan membangun canal blocking," ujar Sujica.

Pencegahan ini merupakan bagian dari empat pilar. Tiga lainnya adalah persiapan, deteksi dini, dan respons cepat yang sebagian besar mengandalkan tim didikan Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) dan peralatan yang terus diperbarui, tiga di antaranya pompa wira, menara termal, dan pemanfaatan data satelit mini.

KOMPAS.com / RODERICK ADRIAN MOZES Petugas pemadam kebakaran Asia Pulp and Paper Sinar Mas memeriksa kondisi perlengkapan pemadam api di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan, Kamis (9/3/2017). Kegiatan ini digelar bertujuan untuk menyiapkan regu pemadam kebakaran APP Sinarmas terhadap ancaman kebakaran hutan dan lahan pada musim kemarau tahun ini.

Pompa wira atau pompa apung adalah perangkat pemompa air jika kebakaran terjadi di medan dengan tanah yang mudah ambles. Adapun satelit mini mengandalkan data yang sudah diolah Olii, sebuah perusahaan asal Kanada.

Sementara itu, menara termal dipasang setinggi 60 meter, dalam fungsi yang berdampingan dengan menara pemantau setinggi 30 meter.

Jika menara pantau membutuhkan dua orang bergantian selama matahari terbit atau bahkan seharian saat musim kering, menara termal yang berdaya jangkau hingga 12 km "berjaga" 24 jam seterusnya. Keduanya lebih kurang bernilai Rp 1,2 miliar.

Hal-hal di atas melengkapi keberadaan 80 menara pendeteksi api, 266 pos pantau, 160 truk air, 500 kendaraan patroli, dan 1.150 pompa air, hingga kantor pemantau untuk memastikan informasi keberadaan titik api, yakni Situation Room, yang memiliki pusat di Jakarta.

KOMPAS.com / RODERICK ADRIAN MOZES Petugas pemadam kebakaran Asia Pulp and Paper Sinar Mas memantau titik-titik api melalui menara api, di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan, Kamis (9/3/2017). Kegiatan ini digelar bertujuan untuk menyiapkan regu pemadam kebakaran APP Sinarmas terhadap ancaman kebakaran hutan dan lahan pada musim kemarau tahun ini.

"Sebenarnya ada juga rencana untuk night vision, tetapi investasi kami di sini juga sudah terlalu banyak, jadi kami lihat dan evaluasi dulu satu-satu dari yang sudah ada," kata Sujica.

Dia mengatakan, night vision rencananya akan dicoba pada semester pertama tahun ini.

Api dan akses

Panji Bintoro, staf dari fire planning, memandu tes pemadaman api. Ia memberikan keterangan dan cara agar tim bisa memadamkan satu hektar lahan terbakar dalam 1-2 jam.

Semua diawali dari tim yang masuk ke titik api, yang antara lain menggunakan teknik pembasahan area pijak demi keselamatan tim, sambil coba maju ke titik api. Ini adalah langkah awal sebelum pesawat atau helikopter menjatuhkan 4.000 liter air dari udara.

KOMPAS.com / RODERICK ADRIAN MOZES Petugas pemadam kebakaran Asia Pulp and Paper Sinar Mas saat akan melakukan simulasi pemadaman api di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan, Kamis (9/3/2017). Kegiatan ini digelar bertujuan untuk menyiapkan regu pemadam kebakaran APP Sinarmas terhadap ancaman kebakaran hutan dan lahan pada musim kemarau tahun ini.

"Langkah utamanya adalah mengepung titik api terlebih dahulu. Dalam pelatihan, tim pun tinggal di tenda," ujar Panji sambil coba menggambarkan bahwa tim pun bisa saja tinggal di tenda di tengah hutan selama pemadaman.

Musim kering yang berujung kebakaran pada 1997 dan 2015-2016 lalu menjadi momok yang membuat APP Sinar Mas berinvestasi banyak di IFM. Kondisi lahan rusak karena kerap dibakar, yang sudah demikian sebelum mereka datang, masih menyisakan warna-warna hitam, termasuk di aliran air tiap petak lahan.

Tanah yang sangat mudah ambles saat dipijak pun mengharuskan bus menggunakan ban offroad sehingga terbayang jika harus menggunakan jalan darat 5 jam dibanding jalur sungai yang hanya 1,5 jam, sekalipun pecahan kayu gelam yang mengambang tetap saja membuat kapal terhenti beberapa kali dalam perjalanan pulang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com