Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Karim Raslan
Pengamat ASEAN

Karim Raslan adalah kolumnis dan pengamat ASEAN. Dia telah menulis berbagai topik sejak 20 tahun silam. Kolomnya  CERITALAH, sudah dibukukan dalam "Ceritalah Malaysia" dan "Ceritalah Indonesia". Kini, kolom barunya CERITALAH ASEAN, akan terbit di Kompas.com setiap Kamis. Sebuah seri perjalanannya di Asia Tenggara mengeksplorasi topik yang lebih dari tema politik, mulai film, hiburan, gayahidup melalui esai khas Ceritalah. Ikuti Twitter dan Instagramnya di @fromKMR

Impian Penambang Emas Manado

Kompas.com - 02/03/2017, 18:21 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorAmir Sodikin

FERNANDO Pantow, seorang pemuda Kristiani dari Minahasa, baru saja berumur empat belas tahun ketika pertama kali bekerja sebagai penambang emas ilegal. Bahkan saat ini pun setelah delapan tahun berlalu, masih kuat dalam ingatan Fernando saat dia berdoa hendak turun ke lokasi penambangan untuk pertama kalinya hanya dengan menggunakan tali.

“Keadaannya gelap dan lembab. Setelah turun sampai dua belas meter, barulah kaki saya menginjak tanah lagi. Lalu saya berjalan kira-kira lima belas meter sampai mencapai lubang turunan kedua," kata Fernando.

Ia melanjutkan, "Saya harus mengulanginya lagi hingga dua kali sebelum mencapai permukaan batu—hampir 100 meter di bawah permukaan tanah. Di kedalaman itu tubuh saya berkeringat dan saya terengah-engah berusaha menghirup udara melalui selang yang terhubung dengan tabung oksigen rakitan.”

Putus sekolah gara-gara sakit tifus, Fernando lantas melewati waktunya selama enam tahun bekerja di banyak pertambangan emas ilegal yang lokasinya berseberangan dengan kampungnya di Sulawesi Utara dan berdekatan dengan Gorontalo.

Mendulang emas di lokasi yang jauh dari kampungnya di Kanonang, Fernando bekerja untuk membantu orangtuanya, petani yang tak memiliki lahan, yang berjuang hidup di perbukitan yang selalu basah karena hujan, sekitar dua jam perjalanan ke arah barat laut dari ibukota provinsi yang selalu sibuk, Manado, yang saat ini dijuluki sebagai Bali kedua.

Sebuah pemandangan, dengan perkebunan bambu, sawah, dan kebun buah yang tumbuh subur dan hijau. Namun, kenyataannya untuk mendapatkan kehidupan yang layak amatlah sulit dan masalah yang ada pun begitu kompleks, terutama untuk mereka yang tak memiliki lahan pertanian sendiri, seperti diceritakan Fernando.

Dok Karim Raslan Monumen Yesus Memberkati setinggi 50m yang merupakan ikon kota Manado dan menjadi cerminan kuat pengaruh agama Kristen di kota tersebut.
“Untuk menanam satu hektar kacang tanah, itu berarti kami harus sewa lahan dulu, punya modal untuk membeli benih, pupuk, dan membayar tenaga kerja. Untuk satu hektar tomat butuh modal hingga Rp 40 juta. Kalau harga jatuh sebelum panen, sudah pasti Anda akan merugi!” kata Fernando.

“Itulah mengapa banyak orang menjadi penambang ilegal. Saya akan mendapat uang meskipun berulang kali saya berpikir, saya akan mati. Maka saya selalu berdoa, menyerahkan hidup saya kepada Tuhan,” ucapnya.

Fernando bercerita bagaimana ketika dia pertama kali bekerja dengan tubuh menggigil. “Saya belum sembuh benar dari tifus waktu paman saya datang dan mengajak untuk bergabung dengannya, bekerja di pertambangan. Saya bilang ya, lalu ikut dengannya. Di pekerjaan pertama, kami ditipu sama bos, tapi setelah itu, saya mulai mendapatkan uang yang jumlahnya lumayan, paling sedikit Rp 1,5 juta per bulan,” katanya.

“Kami bekerja secara tim. Kami setia dengan teman kami, tapi tidak dengan bos kami. Kami saling menjaga satu sama lain karena hidup kami saling bergantung: ‘Torang Samua Ba’sudara’ (Kita semua bersaudara).”

“Kami tak cuma menggali emas. Kami juga memecah dan memproses bijihnya, lalu mencampurnya dengan air dan merkuri. Jika ada emasnya maka ia akan memadat dan kami harus membersihkan merkurinya dengan tangan dan kain kasa,” lanjut Fernando.

Ketika saya bertanya apakah itu tidak berbahaya, dia menjelaskan, kalau dia hanya menyentuhnya. “Saya tidak pernah meminumnya!” katanya.

Dok Karim Raslan Manado adalah pusat dari ekowisata dan menjadi gerbang ke banyak tempat wisata lain seperti Bunaken dan Tomohon.
Dengan pekerjaan yang begitu melelahkan dan berisiko, memang akhirnya itu terbayarkan. “Saya bisa membeli sepeda motor pertama saya seharga Rp 16 juta, tunai,” Fernando mengucapkannya dengan bangga.

Namun pertambangan bukanlah pekerjaan yang benar-benar nyaman. Bukan cuma soal sering terjadinya kecelakaan ketika bekerja, pada 2015 di kawasan pertambangan Gorontalo seringkali pekerja tambang diserang sekelompok preman.

“Saat itulah saya merasa sudah cukup bekerja di penambangan emas. Saya putuskan untuk diam di rumah dan menjadi pemandu wisata saja untuk membantu orangtua. Sekarang Mama saya sudah memiliki rumah sendiri dan kami pun beternak babi. Ketika mereka sudah besar, kami bisa menjualnya di harga Rp 7-8 juta per ekor,” katanya.

Halaman:

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Regional
Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Regional
Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Regional
Komunikasi Politik 'Anti-Mainstream' Komeng yang Uhuyy!

Komunikasi Politik "Anti-Mainstream" Komeng yang Uhuyy!

Regional
Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Regional
Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Regional
Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Regional
Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Regional
Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Regional
Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Regional
Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Regional
BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

Regional
Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Regional
Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di 'Night Market Ngarsopuro'

Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di "Night Market Ngarsopuro"

Regional
Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com