Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menyusuri Kampung Arab di Denpasar Bali

Kompas.com - 27/02/2017, 05:29 WIB
Kontributor Banyuwangi, Ira Rachmawati

Penulis

DENPASAR, KOMPAS.com - Seorang laki-laki berpeci putih terlihat melayani pembeli kain di toko tekstil yang berada di jalan Sulawesi, Denpasar, Bali, Minggu (26/2/2017).

"Jadi kain ini dua meter? sebentar saya potong," katanya kepada dua orang perempuan dengan logat khas Bali.

Kepada Kompas.com, lelaki yang akrab dipanggil Ahmad (48) tersebut mengaku sudah belasan tahun berjualan di daerah jalan Sulawesi dan meneruskan usaha tekstil milik ayahnya.

"Di sini banyak jemaah Arab. Bahkan mayoritas. Di sini dulu Kampung Arab dan sampai sekarang juga dikenal Kampung Arab, tapi jarang ada yang tinggal, ya rata-rata buat toko," jelasnya.

Hal senada juga diceritakan Said Bathaf (78), tokoh masyarakat keturunan Arab yang tinggal di Denpasar, Bali.

Menurut Said, warga keturunan Arab sudah puluhan tahun tinggal di Jalan Sulawesi serta Jalan Kalimantan, Denpasar, untuk berniaga sehingga wilayah tersebut dikenal dengan kawasan Kampung Arab.

Baca juga: Warga Keturunan Arab Bersyukur Raja Salman Datang ke Bali

Namun, sekitar tahun 1945-an, oleh Raja Pemecutan, kelompok warga yang kerap disebut jemaah Arab ini diberi tanah di daerah Sanglah dan sekitar Jalan Diponegoro untuk tempat tinggal karena masyarakat di Kampung Arab jumlahnya semakin banyak.

"Saat itu raja memperluas wilayah permukiman dan memberikan tanah untuk tempat tinggal jemaah Arab, sehingga wilayah Kampung Arab hanya untuk toko dan berbisnis. Namun sekarang masih ada yang tinggal di sana, tapi jumlahnya tidak sebanyak dulu," cerita Said.

Pemberian tanah oleh Raja Pemecutan, menurut Said, menunjukkan ada kerja sama yang baik serta kerukunan antara warga keturunan Arab dengan masyarakat Bali pada masa itu.

Namun, menurutnya, sebelum ada Kampung Arab, jemaah Arab sudah tinggal cukup lama di Bali, bahkan sejak ratusan tahun yang lalu. Pada saat perang kemerdekaan, banyak juga jemaah Arab yang ikut berperang melawan penjajah.

"Ada beberapa yang menjadi veteran," ungkapnya.

Sedangkan kakeknya, menurut Said, baru masuk wilayah Karangasem Bali pada tahun 1900-an dan sebelumnya tinggal di Jawa.

"Kakek saya asli kelahiran Hadramaut. Kalau saya kelahiran Karangasem dan menikah dengan orang Bali. Jadi ya sudah beranak pinak di sini. Pada tahun 1976 baru pindah di rumah yang sekarang di Denpasar. Kalau bapak saya jual kacamata dan sapi. Tapi itu dulu," katanya sambil tersenyum.

Saat ini, ada sekitar 40 marga jemaah arab yang tinggal di Pulau Bali, namun yang terbanyak berada di Denpasar.

"Dari 14 persen jumlah muslim di Bali, sekitar 2 persen adalah jemaah arab," ungkapnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com