Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ponpes Queen Assalam, Rumah untuk Anak-anak TKI

Kompas.com - 21/02/2017, 09:04 WIB
Kontributor Banyuwangi, Ira Rachmawati

Penulis

BANYUWANGI, KOMPAS.com - Seorang perempuan berhijab ungu sedang menyiapkan nasi dan lauk ikan wader di sebuah meja sederhana. Tidak berapa lama, puluhan anak yang baru pulang dari masjid langsung mengantre di depan meja sambil membawa piring untuk mengambil menu makan siang.

"Tadi waktu di pasar, ada yang titip ikan wader untuk anak-anak di sini. Alhamdulilah bisa untuk makan siang anak-anak," jelas Siti Mutmainah (43), perempuan berhijab ungu yang biasa dipanggil umi oleh para santri Pondok Pesantren Ponpes Queen Assalam.

Siti Mutmainah dan suaminya, Laufin Mahfud adalah pengasuh di pondok pesantren yang berada di Desa Sumberayu, Kecamatan Muncar, Kabupaten Banyuwangi.

Walaupun sederhana, pondok pesantren yang didirikan sejak tahun 2011 tersebut menampung 80 persen santri anak-anak dari tenaga kerja Indonesia. Mereka ada yang berasal dari Papua, Lampung, Surabaya, Ponorogo, Gresik, Kalimantan, Bali dan juga Banyuwangi.

Saat ini, ada 75 anak yang nyantri di pondok pesantren tersebut dan 140 anak yang mengaji di Taman Pendidikan Qurán (TPQ).

"Bedanya kalau nyantri mereka menginap di sini, kalau TPQ anak-anak belajar ngaji sore hari sampai saat maghrib," jelas Siti Mutmainah kepada Kompas.com, Senin (20/22017).

Sebelum mendirikan pondok pesantren, Siti Mutmainah lebih dulu membuka TPQ selama 10 tahun.

Ia mengatakan, niatnya membuka pondok pesantren semakin kuat saat melihat anak-anak muda di daerahnya mabuk di pertigaan depan rumah.

Saat ditanya oleh Siti Mutmainan, mereka menjawab bahwa mereka sengaja mabuk agar mendapat perhatian dari keluarganya.

"Saat itu hati saya langsung tersentuh dan mereka sebagian besar adalah anak-anak dari tenaga kerja Indonesia. Memang di daerah sini banyak yang berangkat jadi tenaga kerja Indonesia," jelas Siti.

Hal senada juga diceritakan Laufin Mahmud kepada Kompas.com. Awal mendirikan pondok pesantren, ia hanya memiliki tujuh santri yang tinggal bersama mereka.

"Tujuh santri pertama adalah anak-anak TKI ada yang berasal dari Lampung dan Bali. Mereka dititipkan di sini karena ibunya berangkat ke Taiwan dan mereka tidak ada yang ngurus. Sejak saat itu banyak anak TKI yang mondok di sini. Mereka tahu dari mulut ke mulut, ya hingga sekarang. Ada juga anak yatim piatu atau bermasalah secara sosial," jelasnya.

Lelaki yang akrab di panggil Gus Mahfud ini menjelaskan hampir 72 persen tenaga kerja Indonesia adalah perempuan, dan saat berangkat ke luar negeri, sebagian besar menitipkan anak-anaknya ke kakek neneknya.

"Para tenaga kerja wanita ini adalah penyelamat bukan hanya keluarga tapi juga orang-orang sekitarnya. Mereka membangun rumah dan menyukupi secara ekonomi. Tapi masalah yang sering muncul adalah anak-anak mereka yang kurang kasih sayang dan perhatian. Itulah yang menjadi alasan kami membangun Ponpes Queen Assalam. Agar menjadi tempat anak-anak TKI pulang saat orangtuanya bekerja di luar negeri," jelas Gus Mahfud.

Hal tersebut yang juga menjadi alasan pemberian nama Queen Asslam yang berarti perempuan penyelamat.

Halaman Berikutnya
Halaman:

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com