Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Panjang Jalur Trem Surabaya Dipangkas dari 17 Km Jadi 9 Km

Kompas.com - 13/01/2017, 18:39 WIB

SURABAYA, KOMPAS — Panjang jalur trem Kota Surabaya, Jawa Timur, yang segera dimulai, dipangkas dari 17 kilometer menjadi 9 kilometer.

Rencana awal jalur trem dibangun dari Stasiun Wonokromo hingga Jalan Indrapura sejauh 17 kilometer, kini menjadi dari Wonokromo ke Jalan Praban lalu kembali ke Jalan Tunjungan sepanjang 9 kilometer.

Untuk membahas realisasi proyek transportasi massal ini, kata Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kota Surabaya Agus Imam Sonhaji di Surabaya, Kamis (12/1/2017), pekan depan digelar pertemuan antara Pemkot Surabaya dan Direktorat Jenderal PT Kereta Api Indonesia di Jakarta.

Rapat itu sebagai kelanjutan dari pertemuan antara Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini dan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi pada 30 Desember lalu. Agenda pertemuan termasuk untuk memastikan kebutuhan dana proyek.

Agus memperkirakan, pengerjaan proyek transportasi trem sebagai bagian dari proyek angkutan massal cepat di Surabaya itu berlangsung paling lama dua tahun. Ketika panjang jalur direncanakan 17 kilometer, biaya yang dibutuhkan Rp 2,4 triliun hingga Rp 3 triliun. Ketika panjang jalur menjadi 9 kilometer, anggaran proyek diperkirakan sekitar Rp 1,2 triliun.

Menurut Risma, proyek trem sangat dibutuhkan untuk mengurangi kemacetan lalu lintas di kota dengan penduduk 3 juta jiwa ini. Trem akan melintas di samping jalur pedestrian sehingga jika trem berhenti, penumpang dengan mudah naik dan turun trem.

Moda transportasi ini juga sangat ramah lingkungan karena menggunakan energi listrik. Pemkot Surabaya juga akan mengurangi tingkat kemacetan lalu lintas dengan membangun moda angkutan massal cepat monorel yang menghubungkan sisi timur dan barat Surabaya menuju tengah kota. Sebagai pengumpan semua moda transportasi massal ini, Pemkot akan mengaktifkan bus dan angkutan kota sehingga mempermudah pengguna.

Pembelajaran

Pakar ekonomi dan statistik Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya, Kresnayana Yahya menuturkan, kehadiran trem di Surabaya menjadi ajang pembelajaran sekaligus dapat mengubah perilaku masyarakat yang masih banyak menggunakan kendaraan pribadi dibandingkan kendaraan umum.

Hadirnya moda transportasi yang nyaman dan jenisnya diperkirakan bisa mengurangi kemacetan di Surabaya.

"Pegawai yang pekerjaannya tidak tahan stres akan memilih trem karena menjadi moda yang nyaman dan tidak perlu bertempur melawan kemacetan di jalan," katanya.

Jalur lintasan trem merupakan kawasan tengah kota yang padat. Saat jam berangkat dan pulang kerja, kemacetan kerap terjadi di kawasan tersebut. Jika tahap pertama berhasil, Kresnayana berharap moda transportasi itu bisa dikembangkan hingga ke Waru, Sidoarjo, agar dampaknya lebih terasa.

Setiap hari paling tidak ada 500.000 orang dari Sidoarjo yang bekerja di Surabaya dan 200.000 orang Surabaya yang bekerja di Sidoarjo. Dengan demikian, orang Sidoarjo tidak perlu melakukan perjalanan menggunakan kendaraan pribadi hingga Surabaya sehingga kota lebih lengang.

Kresnayana mengatakan, paling tidak perlu waktu sekitar dua tahun untuk mengubah perilaku masyarakat dari menggunakan kendaraan pribadi beralih ke trem. Sebab, trem merupakan moda transportasi baru di Indonesia, terutama bagi generasi tahun 1970-an.

"Dua tahun pertama, kehadiran trem seperti sebuah tontonan sekaligus pengalaman baru. Butuh waktu bagi masyarakat untuk menyesuaikan moda transportasi baru. Namun, karena trem nyaman, pasti mudah diminati masyarakat," katanya.

Selain mengurangi kemacetan, kehadiran trem di Surabaya diyakini bisa meningkatkan kunjungan wisatawan. (SYA/ETA)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 13 Januari 2017, di halaman 22 dengan judul "Panjang Jalur Trem Surabaya Dipangkas".

 


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com