Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Siti, Veteran Mata-mata pada Masa Agresi Belanda

Kompas.com - 11/01/2017, 16:09 WIB

BANDUNG, KOMPAS.com – Namanya Siti Fatimah (85). Dia wanita yang termasuk veteran perang pada perjuangan kemerdekaan Indonesia. Wanita kelahiran Kabupaten Kuningan ini menjadi salah satu peserta yang hadir dalam perayaan hari jadi Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI) ke-60 di Monumen Perjuangan (Monju), Jalan Dipatiukur, Kota Bandung, Selasa (10/1/2017).

Wanita yang tinggal di Jalan Rakata nomor 79 RT 1/1, Kelurahan Merdeka, Kecamatan Sumur Bandung, Kota Bandung ini masih terlihat sehat di usianya tersebut. Ia masih berjalan dengan tegak ketika pulang dari perayaan hari jadi LVRI.

Tak hanya sehat, Siti pun masih mengingat bagaimana perjuangannya ketika mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia dari rongrongan Belanda yang ingin kembali menjajah. Wanita dengan 10 anak itu pernah berjuang mempertahankan kemerdekaan di Kabupaten Kuningan.

Namun perjuangan yang dilakukannya bukan sebagai tenaga medis seperti veteran wanita pada umumnya atau ikut berperang di medan perang. Anak dari pasangan Almarhum Ahmad Bagja dengan Uni Mulyani itu pernah menjadi spion atau mata-mata tentara gerilya pada 1947. Waktu itu Siti masih berusia belasan tahun ketika bertugas sebagai mata-mata tentara gerilya yang ada di perbatasan Kabupaten Kuningan atau tepatnya di Kecamatan Ciwaru.

“Waktu itu saya usianya masih 15 tahun,” kata Siti ketika berbincang dengan Tribun di Monju.

Gadis asal Kampung Ciwaru, Desa Lebakherang, Kecamatan Ciwaru itu memiliki tugas yang berat selama menjadi mata-mata. Tanpa latihan ataupun persiapan, ia memiliki tugas penting untuk mempertahankan kemerdekaan. “Jadi waktu itu langsung praktik aja, tidak pakai latihan segala,” kata Siti.

Selain harus memantau kekuatan tentara Belanda, Siti juga bertugas sebagai pembawa pesan dari tentara gerilya ke pejuang yang ada di pusat pemerintahan Kabupaten Kuningan waktu itu.

“Kalau ada tugas, saya harus pulang dan pergi Kecamatan Ciwaru ke pusat kota. Kadang-kadang saya juga harus bawa bekal atau alat-alat medis,” kata Siti.

Tugasnya tersebut memang penuh risiko. Beberapa pejuang yang juga bertugas sebagai mata-mata harus berhadapan dengan maut ketika ditangkap tentara Belanda. Ia mengingat betul dua rekannya yang sesama pejuang kemerdekaan, yaitu Hudaya dan Jumat, tewas diberodong senjata otomatis penjajah.

“Keduanya ketahuan sebagai pejuang ketika ada razia yang dilakukan pasukan patroli. Mereka kabur, tapi mereka tak selamat,” kata Siti.

Beruntung, peran Siti selama menjadi mata-mata tak pernah terendus tentara Belanda. Sebab, tentara Belanda tak pernah mencurigainya sebagai mata-mata menyusul usianya yang masih belia. Siti pun memiliki cara tersendiri untuk menghindari razia tentara Belanda.

“Kalau saya bawa pesan, selalu saya simpan di bawah sepatu. Berangkatnya bareng pedagang sayur. Jadi kalau ada patroli, saya selalu dibela pedagang sayur. Saya dianggap anak mereka. Makanya tentara Belanda tidak pernah curiga,” kata Siti.

Meski begitu, Siti bercerita, nyawanya belum tentu aman selama melakukan perjalanan. Sebab ia harus berlindung dari kontak senjata antara tentara gerilya dan tentara Belanda. Bahkan ia harus berlari ketika tentara Belanda menghunjani Kecamatan Ciwaru dengan meriam.

“Tapi saya waktu itu senang saja, jadi tidak begitu takut,” kata Siti. Siti mengaku menjadi mata-mata tentara gerilya selama setahun lebih.

Ia menjadi mata-mata lantaran hatinya tergerak untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

Orangtuanya pun telah memasrahkan hidupnya jika terjadi hal yang tak diinginkan ketika melakukan perjuangan.

“Nyawa saya sudah direlakan orangtua,” kata Siti.  (Tribun Jabar/Teuku Muh Guci S)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com