Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Rukaya, Nenek Korban Banjir Bima yang Tinggal di Gubuk Reyot

Kompas.com - 09/01/2017, 19:47 WIB
Syarifudin

Penulis

BIMA, KOMPAS.com - Nenek Rukaya korban banjir bandang asal Kelurahan Lewi Rato, Kecamatan Mpunda, Kota Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB), hingga saat ini masih luput dari perhatian pemerintah setempat.  Gubuknya yang berada di bantaran sungai hanyut terseret arus.

Nenek ini mengaku, sejak banjir bandang hingga Senin (9/1/2017), dirinya tak sekalipun menerima bantuan dari Pemerintah.

“Dari kemarin, saya belum pernah menerima bantuan apapun dari pemerintah, baik itu sembako, pakaian atau obat-obatan,” kata Rukaya saat ditemui Kompas.com, Senin.

Selama 19 hari pasca-banjir, nenek yang berusia 80 tahun itu terpaksa mengantungkan diri dari uluran tangan warga sekitar untuk kebutuhan hidup sehari-hari.

“Kalau enggak ada bantuan warga di sini, mungkin saya sudah mati kelaparan. Tiap hari saya dikasih makan sama tetangga, mereka juga memberikan pakaian,” tutur Rukaya.

Derita sang nenek akhirnya mendapat perhatian dari TNI. Saat mengunjungi korban dampak bencana tersebut, TNI langsung menyalurkan bantuan, seperti sembako, kompor dan selimut.

“Saya bersyukur ada bantuan dari TNI. Tadi bantuannya langsung dibawa ke rumah, ada beras, mi instan, kompor, dan selimut. Kalau dari pemerintah, sedikitpun enggak ada,” tuturnya.

Ia menuturkan, rumahnya yang berada di pingir sungai hanyut terseret banjir badang yang menerjang 5 Kecamatan di Kota Bima pada Desember 2016 lalu. Beruntung, nyawanya berhasil diselamatkan oleh warga sebelum sungai meluap dan nyaris merobohkan jembatan yang tak jauh dari rumah Rukaya.

“Saat itu saya sedang tidur, tiba-tiba saya dibangunin sama tetangga dekat rumah. Ketika saya bangun, air di sungai sudah mulai meluap. Saat itu juga saya langsung dibawa ke rumah tetangga,”katanya.

Setelah banjir berangsur surut, warga di sekitar pun kembali bergotong royong membangun kembali rumah sang nenek. Gubuk kecil dengan ukuran 2 x 3 ini dibuat sederhana dari kayu sisa-sisa banjir berdindingkan triplek bekas.

“Alhamdulillah, rumah saya sudah dibangun lagi tetangga. Kebetulan mereka masih ada hubungan keluarga juga, jadi bukan kali ini saja saya dibantu, tapi sudah lama semenjak saya tinggal disini,” ujar Rukaya.

Ia bercerita, dirinya sudah 2 tahun tinggal gubuk yang dibangun secara gotong royong oleh masyarakat, hingga akhirnya hancur diterjang banjir. Di gubuk reyot, Rukaya tinggal sebatang kara semenjak suaminya menikah lagi. Selama itu pula, Ia mengaku hidup terlantar karena tak pernah diberi nafkah oleh sang suami.

“Suami saya sudah menikah lagi. Sejak menikah, sampai sekarang dia tidak pernah pulang ke rumah. Saya juga tidak pernah diberi nafkah,” ucapnya.

Nenek Rukaya sebenarnya pernah tinggal di rumah anaknya. Namun Ia memilih mendirikan gubuk di atas tanah warisan orang tuanya, karena tak ingin menambah beban buah hati dan menantunya.

“Kebetulan tanah ini warisan orang tua, daripada dibiarkan kosong, jadi saya minta bantuan warga bangun rumah sederhana. Anak-anak juga kadang-kadang datang ke sini bawa beras,” sebutnya.

Karena kondisi sudah tidak mampu lagi bekerja, nenek ini terpaksa hidup dari pemberian tetangganya yang peduli. “Saya merasa berterima kasih, karena warga disini benar-benar peduli sama saya. Tiap hari saya dikasi makan, termasuk bantuan lainya untuk kebutuhan sehari-hari,” kata Rukaya.

Ia berharap pemerintah membantunya, sehingga wanita lanjut usia yang hidup sebatang kara ini mendapat tempat tinggal yang layak. “Saya tidak minta yang lain, saya hanya mengharapkan rumah yang layak,” ucapnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Regional
Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Regional
Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Regional
Komunikasi Politik 'Anti-Mainstream' Komeng yang Uhuyy!

Komunikasi Politik "Anti-Mainstream" Komeng yang Uhuyy!

Regional
Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Regional
Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Regional
Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Regional
Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Regional
Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Regional
Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Regional
Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Regional
BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

Regional
Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Regional
Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di 'Night Market Ngarsopuro'

Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di "Night Market Ngarsopuro"

Regional
Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com