Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Romantika Petani Tembakau di Temanggung

Kompas.com - 09/01/2017, 09:12 WIB
Alsadad Rudi

Penulis

   

 


TEMANGGUNG, KOMPAS.com -
Hawa dingin masih menyelimuti Desa Bagusan, Kecamatan Parakan, sekitar 12 kilometer dari pusat Kota Temanggung, Jawa tengah, Sabtu (24/12/2016) pagi.

Hembusan angin pegunungan terasa menusuk tulang. Namun Nurul Komariah (32), terlihat sudah berada di ladang sayur miliknya.

Beberapa waktu lalu, di atas lahan seluas sekitar 300 meter persegi itu, Nurul mulai bertani sayur mayur. Sebelum menanam sayur, Nurul adalah petani tembakau.

Dia memilih menanam tembakau karena hasilnya cukup menjanjikan. Dari hasil bertani tembakau, Nurul membangun rumah dengan luas kira-kira 36 meter persegi di desa tersebut. Rumah Nurul memiliki dua kamar dengan lantai semen.

Namun, Nurul dan petani lainnya mulai khawatir sejak saat harga tembakau terus turun dalam beberapa tahun terakhir. Puncaknya saat terjadi gagal panen pada 2016 akibat musim hujan berkepanjangan.

Dari penuturan Nurul, jauh sebelum terjadinya gagal panen, harga jual tembakau di Temanggung memang sudah membuat petani khawatir.

Penghasilan dari menanam tembakau yang diperoleh tak sebanding dengan tenaga dan ongkos produksi yang dikeluarkan.

"Istilahnya usaha, enggak ada hasilnya," kata dia saat ditemui Kompas.com.

(Baca: Mungkinkah Petani Tembakau Beralih ke Tanaman Lain?)

Menurut Nurul, penghasilan petani tembakau di Temanggung masih cukup tinggi pada 2011. Saat itu, harga satu keranjang tembakau bisa mencapai Rp 5 Juta.

Namun kini, harga tertingginya hanya Rp 1 Juta per keranjang. Jika dikurangi ongkos produksi, maka pendapatan yang diterima hanya sekitar Rp 500.000.

Angka tersebut dinilai tidak sebanding dengan rumitnya pengolahan tembakau yang dilakukan petani pasca-panen.

"Kan enggak ada hasilnya. Rp 500.000 itu buat apa? ngerjainnya tiga bulan," ujar Nurul.

Kompas.com/Alsadad Rudi Nurul Komariah (32), saat ditemui di kebun sayur miliknya di Desa Bagusan, Parakan, Temanggung, Jawa Tengah. Nurul merupakan seorang mantan petani tembakau yang beralih ke tanaman lain akibat terus anjloknya harga jual tembakau lokal.

Muhajir (38), warga Desa Traji, masih di Kecamatan Parakan, mengungkapkan kisah serupa.

Dia menyebut harga tembakau di sana pernah mencapai Rp 100.000 hingga Rp 1 juta per kilogram. Saat harga tembakau masih tinggi, banyak petani di desa itu yang sanggup membeli sepeda motor dan mobil baru untuk mendukung aktivitasnya. 

Namun dalam beberapa tahun terakhir, tembakau hanya dihargai maksimal Rp 40.000 per kilogram. Penurunan harga tembakau membuat banyak petani merugi dan terpaksa menjual aset kendaraannya. 

Penurunan harga tembakau terparah terjadi pada 2016. Musim hujan membuat kualitas tembakau menjadi rendah dan hanya dihargai 10.000 per kilogram. 

"Punya saya kemarin harga paling tinggi cuma Rp 40.000," ujar Muhajir saat ditemui di rumahnya.

Data Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) mencatat rata-rata produksi tembakau di Temanggung mencapai 28.000 ton setiap tahun.

Karena menjadi pusat pengolahan tembakau, sebagian kecil tembakau Temanggung merupakan tembakau yang didatangkan dari daerah-daerah sekitar, seperti Magelang dan Wonosobo.

Namun musim hujan berkepanjangan pada tahun ini menyebabkan produksi tembakau hanya 12.000 ton.

(Baca: Ketika Tembakau Melakukan Pernikahan...)

APTI mencatat ada 134.000 keluarga di Temanggung yang bertani Tembakau, termasuk Nurul dan Muhajir.

Keduanya sama-sama orang yang bergelut dalam pertanian tembakau karena melanjutkan warisan orang tuanya. 

Namun kini, Nurul dan Muhajir sama-sama telah beralih menanam sayur. Masa panen yang bisa maksimal 4 kali dalam setahun ditambah tidak rumitnya pengolahan pasca-panen, membuat Nurul dan Muhajir yakin untuk beralih dari menanam tembakau menjadi bertani sayuran.

Selain itu, keduanya menyebut sayur tidak terlalu bergantung pada cuaca. Berbeda dengan tembakau yang sangat bergantung pada cuaca panas.

"Tembakau paling bagus kalau panas terus. Kalau kayak kemarin hujan terus, tembakaunya rusak," ucap Muhajir.

Nurul dan Muhajir tak mengetahui apa penyebab tak meningkatnya harga tembakau setelah 2011. Kecuali pada 2016, Nurul dan Muhajir meyakini kualitas tembakau di sana tak pernah menurun.

Nurul lalu menduga harga tembakau anjlok karena permainan calo atau tengkulak.

Kompas TV Pemerintah Belum Akan Naikkan Harga Rokok
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com