Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Korban Banjir Bima Terpaksa Hidup di Tengah Lumpur dan Sampah

Kompas.com - 05/01/2017, 18:27 WIB
Syarifudin

Penulis

BIMA, KOMPAS.com - Hing­ga kini warga terdampak bencana banjir bandang di Kota Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB) masih terus hidup ditengah lumpur dan sampah yang terbawa banjir. Lumpur bercampur sampah- sampah masih berserakan di mana-mana, bahkan mewarnai permukiman hingga menyebarkan bau busuk.

Seperti yang terpantau di Lingkungan Salama, Kelurahan Nae. Di kawasan padat penduduk itu terlihat masih nampak lumpur tersangkut di setiap lorong permukiman penduduk dan ruas jalan, sehingga menyumbat saluran air dan mengeluarkan bau busuk yang menyengat.

Akhyar, warga setempat mengatakan, pasca banjir kondisi di permukiman tersebut sangat memprihatinkan. Lumpur tebal tidak hanya menutup di dalam dan teras rumah penduduk, namun tumpukan lumpur juga menutup lorong atau gang-gang dan jalan serta saluran air.

Menurut Ketua RT 11 ini, untuk pembersihan rumah saja yang rendam lumpur tidak bisa dilakukan dengan mudah. Akhyar harus mengerahkan semua anggota keluarganya untuk melawan lumpur setinggi 60 sentimeter dengan peralatan seadanya.

"Untuk mengeruk lumpur dalam rumah saja cukup kesulitan. Kami hanya mengandalkan dua tangan dan alat seadanya, tapi belum mampu menghilangkan sisa banjir tersebut," kata dia.

Sementara itu, lanjut Akhyar, tumpukan lumpur bercampur sampah serta puing-puing reruntuhan di lorong-lorong dan selokan belum dibersihkan akibat keterbatasan peralatan.

"Selama ini kami hanya fokus dalam rumah agar bisa ditempati. Sementara di gang-gang bahkan di ruas jalan sampai sekarang belum disentuh. Lumpurnya cukup banyak, sangat tidak mungkin dikerjakan oleh tenaga manusia," keluhnya.

Akibatnya, warga korban dampak bencana terpaksa hidup ditengah lumpur dan sampah. Tidak hanya itu, warga yang ada dalam perkampungan terisolir karena hampir semua lorong-lorong perumahan terhambat lumpur serta puing-puing reruntuhan.

"Tumpukan lumpur belum sepenuhnya dibersihkan. Selama dua pekan ini, kami terpaksa hidup di antara lumpur dan sampah. Akses masuk dalam rumah juga sulit dilalui kendaraan bermotor karena gang-gang sudah dipenuhi lumpur," ujar Akhyar.

Warga juga kerap mengeluhkan bau menyengat dari lumpur yang sudah busuk itu. Warga menilai pemerintah lamban melakukan pembersihan. Padahal kata Akhyar, tidak sedikit warga diserang penyakit, seperti diare dan gatal-gatal yang dirawat di rumah sakit dan Posko kesehatan akibat pencemaran yang ditimbulkan banjir bandang di ujung tahun 2016 lalu.

"Lumpur dan sampah ini sudah menyebarkan bau busuk. Jika terus dibiarkan, otomatis akan banyak warga yang terjangkit penyakit. Harusnya pemerintah fokus untuk penanganan korban," ucap Akhyar.

Ia mengatakan, warga sudah kehabisan energi untuk melakukan membersihkan sejak banjir surut.

Menurut dia, pemerintah hanya mementingkan kawasan yang nampak terlihat dari depan, khususnya di ruas jalan protokol. Sementara di kawasan permukiman, belum ada petugas yang membantu warga.

"Kami hanya minta alat berat dan sampah-sampah ini dapat segera diangkut. Walaupun sudah kehabisan energi, kami siap membantu asalkan pemerintah menyediakan truk sampah," kata Akhyar.

Dia menyebut, beberapa hari terakhir ini memang sudah ada bantuan personel Marinir TNI yang mem­bantu warga membersihkan sampah dan lumpur di jalan raya penghubung kawasan pemukiman.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com