Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dari Gang Tato Kami Berjuang...

Kompas.com - 19/12/2016, 12:42 WIB

KOMPAS.com - Berpegang pada keyakinan bahwa perubahan harus dilakukan sendiri, warga Gang Tato, RT 004 RW 002, Desa Kemantren, Kecamatan Jabung, Kabupaten Malang, Jawa Timur, berusaha mengubah nasib mereka sendiri. Kampung yang semula lekat dengan stigma negatif, berusaha dirombak menjadi positif.

Buruh tani, pengamen, sopir, dan kuli, membangun gubuk baca. Mereka, kaum muda Gang Tato, ingin menggeser ruang yang selama ini digunakan warga untuk bermabuk-mabukan. Tujuannya satu, ingin memutus mata rantai kemiskinan dan stigma negatif yang sudah mengungkung kampung itu selama empat generasi.

Semangat itu terlihat pada Senin (22/11) malam. Gubuk Baca Gang Tato tampak ramai anak-anak. Mereka belajar Agama, Bahasa Inggris, Matematika, dan pelajaran lain, dibantu seorang guru dari kampung sebelah. Berbaur di antara mereka, beberapa pemuda mengenakan kaus obong, kalung, serta lengan penuh tato. Jauh dari bayang kengerian preman bertato, para pemuda itu justru telaten membantu anak-anak SD kelas I hingga III itu dalam belajar.

"Milk iku apa? Iku artine susu (Milk itu apa? Itu artinya susu)," ujar Febri Firmansyah alias Lukas (31), pria bertato, salah satu motor perubahan di Gang Tato.

Ia membantu anak-anak belajar bahasa Inggris.

Itu hanya sebagian kecil aktivitas di Gubuk Baca Gang Tato. Gubuk baca itu dibangun di atas lahan milik mertua Lukas. Gubuk baca terbuat dari bambu berukuran 6 meter x 2 meter.

Aktivitas gubuk baca mulai terasa siang hari. Seusai sekolah, biasanya anak-anak bermain bersama di sekitar gubuk baca. Sore pukul 17.00, anak-anak mengaji. Selanjutnya seusai maghrib, mereka belajar tugas sekolah bersama guru dan para pemuda Gang Tato.

Gubuk Baca Gang Tato akan ramai pada malam hari. Para pemuda baru bisa berkumpul setelah bekerja. Mereka bekerja sebagai buruh tani, pengamen, sopir, kuli, dan serabutan lain.

"Kami membantu mengajari anak-anak untuk soal yang bisa kami bantu saja. Lainnya kami serahkan kepada guru yang memang kami mintai tolong untuk mengajar anak-anak," kata Lukas yang bekerja sebagai sopir.

Aktivitas gubuk baca mulai ada di Gang Tato sejak enam bulan lalu. Sejak saat itu, seluruh 45 keluarga di gang itu mendukung penuh kegiatan gubuk baca. Masyarakat patungan uang sukarela, minimal Rp 5.000 per orang, untuk memberi honor guru yang didatangkan untuk mengajar. Seorang guru mengaji, didatangkan dari desa sebelah tanpa harus dibayar. Ia memilih mengajar dengan sukarela.

Selain sebagai tempat belajar, gubuk baca juga digunakan pemuda Gang Tato untuk diskusi atau berbagi pengalaman. Saat ini, mereka sedang bersemangat berwirausaha, dengan membuat kaus khas Gang Tato. Kaus dijual untuk ongkos operasional gubuk baca.

Kaos buatan pemuda Gang Tato cukup unik. Kaus bertuliskan pesan, seperti prei mblunat, wayahe manfaat (berhenti maksiat, waktunya bermanfaat), biyen minuman keras saiki kopi panas (dahulu minuman keras, sekarang kopi panas), dan beberapa kaus bertulis pesan moral lain.

"Tulisan di kaus ini menjadi semacam janji pada diri kami sendiri, untuk berubah menjadi lebih baik. Ketika kami memakai kaus ini, artinya kami harus mau menepati sesuai tulisan di kaus ini," kata Lukas. Setiap kaus dijual Rp 75.000. Kaus dijual ke beberapa teman dan kenalan, atau dikirim sesuai pesanan.

Berubah

Ramainya aktivitas gubuk baca, secara perlahan menggeser kebiasaan pemuda Gang Tato. Dari mabuk-mabukan, kini mereka berkumpul untuk membahas kegiatan positif. Lambat laun, jalanan Gang Tato yang dahulu berserakan orang mabuk sambil memeluk botol minuman keras, kini hilang. Pemuda setempat malu mabuk-mabukan di depan anak-anak yang belajar. Bahkan teman-teman mereka yang datang untuk sekadar mabuk bersama, juga mulai enggan datang.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com