SURABAYA, KOMPAS — Dunia perhotelan di Jawa Timur masih kesulitan mendapatkan tenaga kerja dari kaum difabel. Padahal, sesuai dengan kesepakatan pengelola hotel di seluruh dunia, minimal ada dua pekerja dari kaum difabel di satu hotel.
Pemerintah juga mengamanatkan pemenuhan tenaga kerja dari penyandang difabel sebanyak satu orang dari 100 pekerja.
General Manager Novotel Surabaya Sigit Budiarjo saat Solidarity Week di Lingkungan Pondok Sosial (Liponsos) Kalijudan, Surabaya, Senin (5/12/2016), mengatakan, pengelola hotel belum bisa memenuhi dua tenaga kerja dari kaum difabel. Sebab, tenaga kerja dari kaum difabel harus memiliki kualitas yang setara dengan pekerja normal.
"Kami tidak membeda-bedakan. Kami melihat kemampuan berdasarkan prinsip kesetaraan. Asal mereka memiliki kemampuan di dunia perhotelan dan mempunyai kemampuan untuk maju, bisa diterima," kata Sigit.
Tenaga kerja dari kaum difabel untuk perhotelan mengisi posisi yang tidak berhubungan secara langsung dengan tamu seperti pembersih kamar dan bagian administrasi. Mereka diberi pelatihan selama satu hingga tiga bulan untuk penyesuaian seperti pekerja normal.
Sigit mengatakan, dari sembilan kelompok Accor Group, antara lain Novotel, Ibis, Pullman, dan Mercure di Jatim, belum semua hotel memiliki tenaga kerja dari kaum difabel. Saat ini, baru Hotel I Rajawali dan Hotel Mercure Grand Mirama yang memiliki pegawai dari kalangan itu.
"Satu di antaranya bahkan memiliki kemampuan bahasa Inggris yang baik dan dipromosikan bekerja sebagai resepsionis di Hotel Novotel, Bali," katanya.
Sigit berharap, pemerintah membantu memberikan pelatihan bagi kaum difabel sesuai dengan kebutuhan industri perhotelan. Dengan demikian, masyarakat yang selama ini terpinggirkan bisa mendapatkan penghidupan layak.
Kepala Dinas Sosial Surabaya Supomo mengatakan, pihaknya memprioritaskan peningkatan kemampuan kaum difabel dengan memberikan pelatihan agar bisa hidup mandiri. Sejumlah keterampilan, seperti menari, melukis, dan menyanyi diajarkan selama berada di Liponsos.
Di Liponsos Keputih, kaum difabel diberikan keterampilan membuat keset kaki yang dijual Rp 60.000 per unit. Di Liponsos Kalijudan, lukisan kaum difabel laku hingga Rp 40 juta.
"Kami mempersilakan perusahaan yang berminat merekrut karyawan dari kaum difabel. Mereka sudah memiliki kemampuan dan mandiri beraktivitas," kata Supomo.
Pihaknya siap menggelar pelatihan bagi kaum difabel agar memiliki kemampuan sesuai kebutuhan dunia kerja. Menurut dia, kaum difabel tidak perlu meminta belas kasihan karena sebenarnya bisa memiliki kemampuan yang setara dengan orang normal. (SYA)
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 6 Desember 2016, di halaman 21 dengan judul "Tenaga Kerja Difabel Masih Sulit Dicari".
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.