Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Tunggu Dusun", Penghormatan Suku Serawai terhadap Alam

Kompas.com - 20/11/2016, 06:15 WIB
Firmansyah

Penulis

BENGKULU, KOMPAS.com - Kaum ibu tampak sibuk di dapur menyiapkan makanan untuk perlengkapan ritual adat. Sementara kaum bapak tak kalah sibuknya menyiapkan bara api, kemenyan, dan peralatan pendukung lainnya.

Puluhan warga Desa Pering Baru, Kabupaten Seluma, Provinsi Bengkulu, akan menggelar ritual adat tahunan.

Ritual adat tahunan itu bernama "Tunggu Dusun". Ritual ini  merupakan sebuah tradisi masyarakat Suku Serawai, salah satu suku terbesar yang menempati Provinsi Bengkulu.

Upacara tersebut dipimpin oleh para tetua adat. Upacara sesungguhnya berlangsung sederhana ala masyarakat jelata. Terdapat beragam jenis makanan seperti telur rebus, lemang bambu kecil, daun sirih, ketan hitam dan putih serta beberapa makanan lainnya diletakkan pada sebuah tempat sesaji.

Sesaji tersebut dibuat menjadi empat bagian. Bagian pertama akan diritualkan di mata air, bagian kedua akan diritualkan di jalan utama desa, bagian lainnya akan diritualkan di pintu masuk desa, dan bagian terakhir akan diritualkan di rumah warga.

Setelah tiba di tempat yang telah ditentukan maka ritual adat dipimpin oleh tetua kampung untuk meminta doa pada Tuhan yang Maha Kuasa dan mendoakan roh leluhur.

"Ini upacara tahunan yang terus dilakukan, tujuannya meminta pada Tuhan agar warga dijauhkan pada bala bencana, didekatkan rezeki dengan membaiknya hasil panen," kata Walana salah seorang tetua adat, Sabtu (21/11/2016).

KOMPAS.COM/FIRMANSYAH Ritual adat "Tunggu Dusun" di jalan desa
Pesan tersirat

Walana menyebutkan, sesaji dan doa dilakukan di empat titik desa, pertama di mata air. Ini melambangkan bahwa masyarakat tak bisa lepas dari kebutuhan terhadap air. Bagi warga menjaga sumber mata air tetap lestari, menghormati dan memanfaatkan air secara arif an bijaksana merupakan sebuah keharusan.

Titik kedua di jalan desa. Ini mengartikan kesuburan dan kebaikan agar selalu melimpah pada masyarakat desa setempat.

Titik ketiga upacara dilakukan di pintu masuk desa. Ini merupakan bentuk keteguhan masyarakat menjaga wilayah desa termasuk tanah, air, udara, serta hutan.

"Hutan, tanah, air dan udara yang bersih merupakan hal terpenting bagi rakyat. Hutan dijaga untuk menjaga mata air agar kehidupan terus berlangsung, sementara tanah adalah sumber penghidupan," paparnya.

Kemudian titik keempat, ritual dilakukan di rumah.  Ini melambangkan agar rumah masyarakat selalu dijauhkan dari balak bencana dan dimudahkan segala urusan dan usaha.

Tercederai

Ketua adat yang lain, Nahadin, menyebutkan, ritual adat melambangkan penghormatan masyarakat terhadap alam dan sekitarnya. Namun ia menyesalkan, ulah investor datang ke kampung mereka yang mengabaikan pesan-pesan kearifan lokal tersebut.

"Kampung kami telah 30 tahun lebih berjuang menggugat perusahaan perkebunan sawit agar mengembalikan tanah masyarakat yang dicaplok perusahaan, pemerintah, tidak memperhatikan adat istiadat yang masih kami pegang penuh. Mereka masuk kampung ambil tanah lalu bikin kebun sawit," ungkap Nahadin.

Nahadin, Walana, dan ratusan masyarakat lainnya berharap pemerintah Kabupaten Seluma dan Pemprov Bengkulu dapat mendengarkan keluhan mereka agar tanah yang dicaplok perkebunan kelapa sawit segera dikembalikan.

"Kami sudah tidak punya apa-apa lagi, sementara tanah yang kami harapkan untuk hidup sudah menjadi milik perkebunan sawit," sebut Nahadin.

Perlahan hari mulai sore, ritual adat di empat titik usai dilakukan, para kaum ibu, bapak, dan anak-anak tampak bersuka ria memakan makanan yang telah disiapkan secara gotong royong dari sesama masyarakat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com