Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 11/11/2016, 15:15 WIB

PADANG, KOMPAS — Sedikitnya 2.500 ikan kerapu milik kelompok nelayan budidaya di Jorong Sikabau, Nagari Parik, Kecamatan Koto Balingka, Kabupaten Pasaman Barat, Sumatera Barat, mati dalam tiga minggu ini.

Kematian itu diduga disebabkan penyakit, tetapi belum diketahui jenisnya. Dinas Kelautan dan Perikanan Sumatera Barat menerjunkan tim untuk mengidentifikasi kejadian itu.

Rusdan (48), Ketua Kelompok Nelayan Budidaya Kerapu Sepakat, Jorong Sikabau, saat dihubungi dari Padang, Kamis (10/11/2016), mengatakan, ikan yang mati dihitung dari jumlah bibit yang dilepas pada awal budidaya. Saat ini, ikan kerapu yang tersisa sekitar 5.000 ikan dari jumlah bibit 7.500 ikan.

"Seluruh ikan yang terkena penyakit dan mati merupakan milik lima kelompok nelayan budidaya dengan total anggota 30 orang. Setiap hari sejak awal kejadian, kami hitung sekitar 100 ikan mati," kata Rusdan.

Rusdan menambahkan, sebelum mati, ikan kerapu yang tersebar di 32 keramba itu muncul ke permukaan air dan mengambang. Tak lama berselang, perut-perut ikan mengembung. Lalu pada bagian kulit dan mata, muncul bintik-bintik merah.

"Kami semua nelayan budidaya pemula. Kami tidak tahu pasti jenis penyakit yang menyerang ikan. Kami telah mengambil tindakan, misalnya mengempeskan perut ikan yang mengembung dan menyuntikkan obat. Kami juga mencampurkan bahan seperti bawang putih ke pakan. Sayang, upaya itu belum berhasil menghentikan kematian ikan," kata Rusdan.

Menurut Rusdan, total berat ikan yang mati di Jorong Sikabau mencapai 1,3 ton. Dengan harga ikan kerapu hidup sekitar Rp 47.500 per kilogram, kerugian mereka mencapai sekitar Rp 61,7 juta.

"Agar tak banyak rugi, kami membersihkan ikan yang mati dan mengeringkannya," katanya.

Rusdan menambahkan, kesembuhan ikan menjadi hal penting saat ini. Jika tidak, kerugian mereka akan lebih besar.

"Ikan kerapu yang kami budidayakan rencananya untuk diekspor. Jadi, ikan harus sehat. Kalau seperti sekarang, artinya tidak mungkin bisa diekspor," kata Rusdan.

Kematian ikan kerapu di Pasaman Barat baru sekali terjadi dan hanya dialami lima kelompok dari total 18 kelompok nelayan budidaya kerapu di daerah itu. Yushendri (46), Ketua Kelompok Nelayan Budidaya Pulau Panjang II, di Pulau Panjang, Kecamatan Air Bangis, mengatakan, ikan milik 12 kelompok di Pulau Panjang dan satu kelompok di Air Bangis masih sehat. Belum ada tanda-tanda terkena penyakit seperti di Sikabau.

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Sumatera Barat Yosmeri, di Padang, mengatakan, kematian ikan hanya terjadi di Pasaman Barat yang terletak sekitar 211 kilometer utara Padang.

Di sentra budidaya kerapu lain, seperti Pesisir Selatan, Padang, dan Kepulauan Mentawai, belum ada kematian massal ikan.

"Kami hari ini sudah mengirim tim ke Pasaman Barat untuk mengecek lapangan dan mengidentifikasi masalahnya," kata Yosmeri.

Guru Besar Perikanan Universitas Bung Hatta (UBH) Padang Hafrijal Syandri mengatakan, kematian ikan di Pasaman Barat bisa disebabkan oleh penyakit dari bakteri, jamur, atau parasit. Munculnya bakteri, jamur, dan parasit bisa karena lingkungan yang kotor atau buruknya kualitas air. (ZAK)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 11 November 2016, di halaman 22 dengan judul "2.500 Ikan Kerapu di Pasaman Barat Mati".

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Regional
Komunikasi Politik 'Anti-Mainstream' Komeng yang Uhuyy!

Komunikasi Politik "Anti-Mainstream" Komeng yang Uhuyy!

Regional
Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Regional
Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Regional
Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Regional
Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Regional
Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Regional
Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Regional
Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Regional
BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

Regional
Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Regional
Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di 'Night Market Ngarsopuro'

Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di "Night Market Ngarsopuro"

Regional
Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Regional
Kisah Pengojek Indonesia dan Malaysia di Tapal Batas, Berbagi Rezeki di 'Rumah' yang Sama...

Kisah Pengojek Indonesia dan Malaysia di Tapal Batas, Berbagi Rezeki di "Rumah" yang Sama...

Regional
Menara Pengintai Khas Dayak Bidayuh Jadi Daya Tarik PLBN Jagoi Babang

Menara Pengintai Khas Dayak Bidayuh Jadi Daya Tarik PLBN Jagoi Babang

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com