Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perjuangan Suami Rawat Istri yang Sakit Keras hingga Berniat Ajukan Suntik Mati

Kompas.com - 28/10/2016, 19:28 WIB
Dani Julius Zebua

Penulis

BALIKPAPAN, KOMPAS.com - Abdul Mutolib bersama kelima anaknya menjalani kehidupan berat setelah Humaida, istrinya, sakit keras dan dirawat di Rumah Sakit Umum Panglima Sebaya, Tana Grogot, Kabupaten Paser, Kalimantan Timur.

Bahkan, Mutolib sampai berniat mengajukan suntik mati atau euthanasia untuk istrinya karena merasa kasihan dengan kondisi Humaida.

Baca juga: Pasien Lima Tahun Koma, Keluarganya Berniat Ajukan Fatwa Suntik Mati

Akibat sakit yang sudah lama diderita Humaida, anak-anaknya sempat terpisah-pisah dari orangtua pada dua tahun pertama ibunya sakit. Pasalnya, Mutolib mencurahkan perhatian penuh bagi kesembuhan Humaida.

Tiga anaknya harus dititipkan ke teman dan tetangga. Begitu pula anak terakhir yang baru dilahirkan Humaida harus dititipkan ke kerabatnya di Amuntai, Kalimantan Selatan.

“Adik kedua hingga keempat selalu bersama, tapi tinggal di rumah satu karyawan ke karyawan bapak yang lain selama satu sampai dua tahun. Tahun yang berat,” kata Januar As’ari, putra pertama pasangan Humaida dan Mutolib, Jumat (28/10/2016).

"Yang kelima, sejak lahir langsung dirawat karyawan bapak yang lain di Kalsel," katanya.

Usia keempat adiknya terpaut jauh dari Januar. Mereka sangat belia saat ibunya koma. Banyak hal yang tak bisa dinikmati adik-adiknya sejak sang ibu tak berdaya.

Muhammad Ilham Nadir, adik kedua dari Januar, selama 14 tahun tak lagi merasakan asupan tambahan dari bahan kulit udang. Asupan tambahan ini dipercaya bisa membantu pertumbuhan dan pemulihan Ilham menjadi normal dari kondisi hiperaktif.

“Ibu yang biasanya mencarikan asupan tambahan itu,” kata Januar.

Belum lagi adiknya yang ketiga, Ahmad Faizal Muzaki, saat itu belum lama mengenyam sekolah dasar dan Dila Faiqotul Himah masih balita. Januar mengenang bagaimana keduanya sering bersikap manja pada Humaida.

“Suatu kali mengunjungi ibu di rumah sakit, sepanjang perjalanan Faizal menangis tak mau pulang dan ingin menunggui ibu. Kami sangat terpukul saat itu,” kata Januar.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com