Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Styrofoam" Dilarang di Bandung, Pedagang Seblak Bingung Cari Alternatif

Kompas.com - 16/10/2016, 10:36 WIB
Dendi Ramdhani

Penulis

BANDUNG, KOMPAS.com — Larangan penggunaan kemasan makanan dan minuman berbahan gabus (styrofoam) yang digagas Pemerintah Kota Bandung mendapat respons beragam dari masyarakat.

Pedagang camilan seblak menjadi salah satu yang terkena dampak aturan tersebut. Sejumlah pedagang seblak mengaku kebingungan mencari alternatif kemasan jika aturan itu mulai berlaku.

Hal itu dirasakan Rian (26), pedagang seblak di Jalan Karangtineung, Sukajadi, Kota Bandung.

"Kalau kata saya rugi gak rugi. Ruginya, bingung nyari alternatif, positifnya ya memang bisa mengurangi sampah," ucap Rian, Minggu (16/10/2016).

Ia mengatakan, salah satu alternatif yang mungkin digunakan yaitu wadah berbahan plastik (cup).

Namun, wadah berbahan plastik kurang memiliki daya tahan terhadap panas. Berbeda dengan styrofoam yang mampu menahan panas serta punya kualitas baik untuk kemasan makanan basah.

"Cup plastik itu tipis, kalau styrofoam lebih tahan panas. Bingung, kalau yang dibungkus pakai plastik kadang pembeli gak mau ribet makan di tempat pasti pakai styrofoam. Jadi belum tahu alternatifnya," ujar Rian yang sudah punya tiga cabang warung seblak di Bandung.

Selain kualitasnya memenuhi kebutuhan, lanjut Rian, harga styrofoam juga lebih murah. Satu kemasan styrofoam biasa ia beli seharga Rp 250. Tiap harinya, Rian mampu mengeluarkan 150 kemasan styrofoam.

"Plastik juga ada yang bagus, tapi mahal. Pasti kan berdampak juga terhadap harga. Kasihan pembeli kalau harga naik," kata pria yang sudah lima tahun berdagang seblak itu.

Anita Fitriani (35), salah seorang pedagang lumpia basah, merasakan keresahan serupa. Menurut dia, penggunaan kemasan selain styrofoam akan berdampak pada kenaikan harga jual.

"Saya tahu dari berita kemarin, katanya styrofoam gak boleh. Kalau pakai plastik lebih mahal sebetulnya. Tapi bagus juga sih untuk lingkungan. Jadi sekarang lagi mikir gantinya apa," tuturnya.

Tintin (48), warga Cipedes, Kota Bandung, sangat mendukung kebijakan larangan penggunaan styrofoam. Menurut dia, lebih banyak dampak negatif yang ditimbulkan dari produk kemasan makanan berbahan gabus.

"Kalau beli makanan bungkusnya (styrofoam) jarang dipakai lagi kan, pasti sekali buang. Saya sih setuju daripada jadi sampah yang tak terurai mending larang. Apalagi sekarang kan lagi musim banjir, styrofoam mah bikin mampet selokan," ujarnya.

Aturan larangan penggunaan styrofoam mulai diefektifkan per tanggal 1 November 2016. Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup (BPLH) Kota Bandung bersama instansi terkait mulai gencar melakukan sosialisasi selama dua pekan ke depan. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com