Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Batu Poaro, Simbol Penyebaran Islam di Pulau Buton

Kompas.com - 14/10/2016, 10:59 WIB
Defriatno Neke

Penulis

BAUBAU, KOMPAS.com - Aroma sesaji begitu terasa di dalam masjid di Kelurahan Tarafu, Kecamatan Batu Poaro, Kota Baubau, Sulawesi Tenggara.

Beberapa orangtua yang mengenakan baju merah dan sorban putih duduk di dalam masjid sambil mengitari talang yang tertutup tudung.

Sambil menutup mata, para orangtua itu mengangkat kedua tangan sebatas dada sambil mengucapkan doa dengan penuh khidmat.

Setelah membacakan doa, empat orang anak muda dengan menggunakan songkok mengambil dan memikul talang keluar dari masjid.

"Kita berdoa agar negeri ini selalu diberi kemuliaan dari Allah. Ini doa awal supaya masyarakat dan pemerintah bersatu padu menyukseskan acara ini," kata seorang imam masjid, La Ode Arsal, Jumat (14/10/2016).

Talang berisikan makanan itu diarak dengan shalawat nabi menuju ke Batu Poaro di pantai Kelurahan Wameo, Kecamatan Batu Poaro, untuk disertakan dalam ritual adat.

Ritual adat Batu Poaro ini muncul sejak ulama Syekh Abdul Wahid menyebarkan Islam di Pulau Buton di tahun 936 Hijriah atau 1526 Masehi.

"Bila kita tidak melakukan ritual tersebut, sama saja kita menghilangkan sosok sentral seorang Syekh Abdul Wahid yang menyebarkan agama Islam di tanah Buton. Sehingga sampai saat ini bahwa banyaknya penduduk yang beragama Islam di Buton ini tidak terlepas dari kontribusi dari Syekh ini," ujarnya.

Talang tersebut kemudian disimpan di depan Wali Kota Baubau AS Thamrin dan beberapa pejabat lainnya.

Selepas memberikan sambutan, Thamrin bersama para anggota muspida turun mengelilingi batu poaro yang tidak terlalu besar.

Di atas batu, terdapat dua buah talang berisikan berbagai makanan. Sambil memanjatkan doa, beberapa pejabat kemudian menyentuh batu dengan tangan kanan.

Setelah pembacaan doa selesai, uang koin dan kertas diletakkan di atas batu tersebut.

Uang tersebut tidak lama berada di atas batu. Anak-anak kecil berada di sekitar batu akan saling berebut mengambil uang tersebut.

Menurut Arsal, yang juga budayawan mengatakan, sesaji tersebut diberikan kepada saja yang ingin memakannya.

"Uang-uang yang disimpan dalam lobang batu juga merupakan sedekah, jadi ketika siapapun yang lewat di sekitar batu tersebut baik manusia atau pun hewan dan melihat makanan tersebut silakan memakan makanan tersebut," ucap Arsal.

Sebagian warga percaya bahwa batu poaro merupakan batu pijakan Syekh Abdul Wahid saat diusir dan menyeberangi lautan dengan sorban di kepalanya sebagai layar.

Menurut Arsal, makna sesungguhnya dari ritual adat batu poaro adalah membesarkan kembali kejayaan dari Syekh Abdul Wahid di tengah keberhasilannya mengislamkan Kerajaan Buton hingga diakui seluruh rakyat sebagai ajaran yang benar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com