Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Suami Ikut Dimas Kanjeng, Istri Tak Lagi Dinafkahi, Anak Putus Sekolah

Kompas.com - 13/10/2016, 12:05 WIB
Ramdhan Triyadi Bempah

Penulis

BOGOR, KOMPAS.com - Sudah empat bulan ini Siti Sobariah (36) bersama keempat anaknya tidak lagi mendapat nafkah dari sang suami, Suminta (37), yang ikut bergabung dengan Padepokan Dimas Kanjeng, di Probolinggo, Jawa Timur.

Warga Kampung Cilubang, Kelurahan Balumbang Jaya, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor, ini pun akhirnya mengandalkan biaya hidup sehari-hari dari bantuan saudara-saudaranya.

Dua anaknya yang masih duduk di bangku SD dan SMP juga terpaksa putus sekolah karena tidak punya biaya lagi.

Siti menceritakan, suaminya sudah ikut bergabung dengan Padepokan Dimas Kanjeng selama lebih dari dua tahun. Selama itu pula, dia selalu menyempatkan diri untuk pulang ke Bogor. Namun, kata Siti, baru empat bulan belakangan ini sang suami sudah tidak pulang-pulang.

"Dia (suami) ikut padepokan sudah lama, lebih dari dua tahun. Biasanya kalau ke sana cuman seminggu terus pulang lagi. Tapi sekarang sudah empat bulan terakhir ini enggak pulang," kata Siti saat ditemui Kompas.com, di rumahnya, Kamis (13/10/2016).

Siti melanjutkan, awalnya keluarga sudah pernah menjemput Suminta di Padepokan Dimas Kanjeng agar segera pulang. Namun, Suminta menolak untuk pulang karena yakin ia akan mendapat uang berlipat ganda.

"Suami saya enggak mau pulang. Bilangnya nunggu pencairan dari Kanjeng Dimas dulu," ucap Siti.

Hingga Siti melahirkan anak keempat, Suminta juga tak pulang. Selain harus menanggung seluruh biaya persalinan sendiri, Siti juga harus memenuhi kebutuhan hidupnya bersama keempat anaknya.

"Makan segala macem ngandelin keluarga. Boro-boro dia ngasih buat anak istri, buat dia sendiri disana juga susah," ungkapnya.

Bergabungnya Suminta ke Padepokan Dimas Kanjeng pun membuat hubungan rumah tangganya mengalami kerenggangan. Faktor ekonomi menjadi penyebabnya.

Kala itu, Siti tidak menyetujui suaminya ikut bergabung padepokan karena harus mengeluarkan uang tak sedikit hanya untuk membeli mahar. Selain itu, sering mengabaikan kepentingan keluarga.

"Uang habis enggak jelas. Di situ jadi sering ribut," ungkap dia.

Karena kesal, dia mengaku, menjual perhiasan berupa batu cincin, jam rolex, dan sejumlah uang kertas berupa uang ringgit dan dolar Singapura. Barang-barang tersebut merupakan mahar dari pedepokan tersebut.

"Sebelum dijual, perhiasan itu sempet saya cek ternyata palsu. Tapi masih laku juga dijual," tuturnya.

Sementara itu, orangtua Suminta, Tyarman (76) mengaku, sejak anaknya ikut bergabung dengan Padepokan Dimas Kanjeng, harta bendanya habis terkuras. Bahkan, diam-diam Suminta memakai uang perusahaan di tempatnya bekerja hanya untuk membeli mahar dan menggandakan uang itu.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com