Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Setorkan Sampah untuk Nikmati Sekolah

Kompas.com - 13/10/2016, 06:34 WIB
Irma Tambunan

Penulis

KOMPAS - Di permukiman padat Payo Lebar, Kota Jambi, anak-anak dapat bersekolah gratis dari sampah. Buangan rumah tangga tersebut menggantikan uang sumbangan pendidikan sekaligus dimanfaatkan sebagai bahan kerajinan dan alat peraga dalam kelas. Kini, tak ada lagi halangan untuk memajukan pendidikan.

Dua bungkus plastik memenuhi jemari Azkah (5) yang berlari kecil menuju sekolahnya di TK dan PAUD Al-Kausar di Jalan Syamsu Bahrun, Kelurahan Payo Lebar, Kecamatan Jelutung, Jambi, akhir September lalu. Bungkusan di tangan kanannya penuh dengan kaleng susu dan minuman bekas. Bungkusan lain berisi botol dan gelas plastik.

Sebelum masuk kelas, gadis cilik itu singgah ke samping sekolah. Satu per satu bungkusan diletakkan di atas timbangan. Hasil timbangan langsung dicatatkan pada sebuah buku. Itulah cicilan pembayaran SPP Azkah di bulan Oktober.

Setiap siswa dikenai iuran SPP Rp 40.000 per bulan. Namun, orangtua tidak perlu membayarnya dengan uang, cukup dengan membawa sampah ekonomis dari rumah masing-masing. Bisa berupa botol dan gelas minuman bekas, kaleng bekas, kardus bekas, hingga pecahan kaleng dan besi yang tak lagi terpakai. Dengan benda-benda usang itu, mereka membiayai sepenuhnya pendidikan anak-anak.

"Tidak perlu pusing lagi memikirkan biaya pendidikan. Membayarnya ternyata sangat mudah," ujar Ririn, ibu Azkah.

Pertama kali mengetahui ada sekolah model itu Ririn sempat sangsi. Pihak sekolah menerapkan pendaftaran masuk dan pembayaran SPP bukan dengan uang, melainkan dengan sampah. "Apa betul ini sekolah serius. Kok bayarnya pakai sampah," ujarnya.

Setelah dicoba, ternyata metode pendidikan yang diberikan guru di kelas tidak ada yang berbeda. Azkah yang masih duduk di taman kanak-kanak mendapatkan pendidikan dini sebagaimana di TK pada umumnya. Malahan, anak-anak diajari lebih kreatif melihat lingkungan sekitarnya.

Sampah tak dianggap sebagai barang yang dibuang begitu saja. Imelda Simanjuntak, kepala sekolah, kerap mengajari siswanya mengolah bekas gelas plastik, misalnya, menjadi topi, mainan sederhana, hingga alat peraga. Sebagian besar alat peraga yang digunakan dalam kelas, seperti kartu huruf dan angka dan pajangan bergambar di dinding, merupakan hasil pemanfaatan sampah yang mereka bawa dari rumah masing-masing.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com