Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jamasan Pusaka Sunan Pandanaran, Sederhana dan Syarat Makna

Kompas.com - 12/10/2016, 06:37 WIB
Kontributor Ungaran, Syahrul Munir

Penulis

UNGARAN, KOMPAS.com - Sejumlah pusaka peninggalan Bupati Semarang pertama, yakni Sunan Pandanaran II, dicuci dalam acara ritual jamasan di pendopo Bupati Semarang, Ungaran, Jawa Tengah, Selasa (11/10/2016) siang.

Berbeda dari penjamasan pusaka pada bulan Muharam atau Sura tahun-tahun sebelumnya, kegiatan jamasan pusaka aset Bumi Serasi ini dilakukan bersama-sama dengan pusaka milik Pangembaning Praja atau milik para pimpinan daerah atau para tokoh di Kabupaten Semarang.

Menurut salah satu penjamas pusaka, Sutikno, tujuan penggabungan jamasan pusaka ini sebagai wujud dari manunggaling kawula kaliyan Gusti.

"Dengan simbolisasi jamasan, kita bisa menyadari semua perilaku tahun kemarin agar tahun mendatang melangkah dengan tindakan dan pola pikir yang jernih," kata Sutikno.

Pusaka peninggalan Sunan Pandanaran II tersebut berupa sebuah tombak lurus, dua tombak trisula, dan tiga buah keris. Selain itu ada beberapa pusaka milik Bupati Semarang Mundjirin dan milik masyarakat.

Kendati sudah berumur ratusan tahun, kondisi pusaka aset Pemkab Semarang tersebut dalam keadaan yang baik dan terawat.

Menurut Sutikno, pusaka peninggalan Sunan Pandanaran ini merupakan warisan turun-temurun dari zaman Majapahit.

"Pusaka Pandanaran ini tidak sebatas pusaka saat itu, tetapi merupakan pusaka turun-temurun yang dimiliki sejak zaman Majapahit," kata Sutikno.

Penjamasan pusaka ini dihadiri oleh Bupati Semarang Mundjirin, para sesepuh, pamong budaya, perwakilan komunitas Ambarawa, Paguyuban Lawak Kabupaten Semarang (PLKS), serta pemerhati tosan aji.

Dalam sambutannya, Mundjirin sempat menyampaikan wewaler atau ketentuan-ketentuan yang mengatur hal-hal yang bersifat larangan selama bulan Sura hingga berakhirnya tahun ini.

Larangan itu berupa jala tunda jala niti, jala sutra apa mengko apa saiki, apa ora sida. Nek kepengin selamet, kudu tansah nerima ing pandum, aja cidra ing janji.

"Kalau terjemahan saya, intinya jadi orang harus konsisten, jangan ragu-ragu, tapi harus terimo ing pandum (menerima apa pun pemberian Tuhan). Kalau rezekinya banyak, keluarganya baik, jangan mentang-mentang," kata Mundjirin.

Mundjirin berpendapat bahwa kegiatan ini merupakan ritual budaya belaka. Menurut dia, manusia tidak boleh menyandarkan sesuatu kepada benda-benda, tetapi harus kepada Tuhan Yang Maha Esa.

"Jangan menyembah pusaka, tapi menyembahlah pada Tuhan," kata dia.

Pusaka yang hilang

Mundjirin tidak hafal berapa jumlah dan jenis pusaka yang tersimpan di pendopo rumah dinasnya di Jalan Ahmad Yani, Ungaran ini. Namun, ada satu keris yang seharusnya ada di antara pusaka-pusaka yang dijamas ini, tetapi keris tersebut raib.

Upaya penelusuran terhadap keberadaan keris tersebut pernah dilakukan, namun hingga kini tidak ada kejelasan.

"Dulu ada yang bilang, waktu pindahan dari kotamadya (Semarang) ke sini (Kabupaten Semarang), dipinjam oleh Pak Wali Kota. Waktu itu beliau sakit, habis itu ke mana kita tidak tahu," kata dia.

Ketua Paguyuban Tosan Aji Gedongsongo Sutikno mengatakan sudah lama mengusulkan untuk mencari pusaka pinunjul tersebut karena tidak sembarang orang boleh memiliki atau memakainya.

"Namanya Keris Sengkelat luk (lekuk) 13. Itu sebetulnya keris pinunjul untuk seorang pemimpin. Kami sempat menginginkan untuk dipundut (diambil) dan diposisikan di Kabupaten Semarang. Namun, sampai sekarang belum ada realisasi yang serius," kata Sutikno.

Prosesi penjamasan pusaka sebagaimana lazimnya dalam tradisi Jawa selalu diakhiri dengan kirab. Namun kali ini, para pemangku budaya di Kabupaten Semarang menempuh cara lain, yakni menggelar sarasehan budaya bertajuk "Membumikan Bahasa Ibu".

Juru kunci pusaka Pemkab Semarang, Edy Sukarno, mengatakan, kesempurnaan sebuah jamasan pusaka dimulai dari mutih, marangi, njamasi dan berakhir dengan sebuah kirab merupakan sanepan atau kritik halus terhadap diri pribadi.

"Konteksnya sarasehan ini karena kita ingin membumikan bahasa ibu, maka ini membasuh niat semua yang hadir dan niatnya hanya satu, yakni budaya," ujarnya.

Selain sarasehan budaya yang diharapkan membuatkan tekad untuk kembali membumikan bahasa ibu, prosesi kirab yang menjadi paripurnanya jamasan ini dikemas dalam sebuah aksi nyata dengan mendirikan posko-posko atau sekolah gratis berbahasa Jawa.

"Sekolah ini nonformal untuk anak-anak, kita pilih di rumah-rumah relawan. Membumikan bahasa ibu ini bagian dari revolusi mental," kata Edy.

Melalui sekolah berbahasa Jawa tersebut, Edy menaruh harapan besar bahwa anak-anak di Kabupaten Semarang ini akan kembali ke jatidiri menjadi seorang Jawa yang penuh etika dan tata krama dalam sikap dan perilakunya sehari-hari.

Anak-anak zaman sekarang, selain mengasah otak juga perlu mengasah rasa. Dengan begitu, intelektualitas akan selalu sejalan dan seiring dengan kesadaran rasa.

"Ketika anak-anak ini bisa berbahasa Jawa dengan benar, bisa tata krama dengan orangtua. Itu akan mengasah rasa mereka untuk tahu etika atau sopan santun," ujarnya.

Jamasan pusaka apalagi pusaka warisan dari para leluhur budaya, biasanya ditutup dengan prosesi kirab. Kirab itu dimeriahkan dengan gunungan, tumpeng, dan aneka tradisi unik lainnya dengan segala keriuhan yang melibatkan ratusan bahkan ribuan orang.

Namun, jamasan pusaka Sunan Pandanaran di Kabupaten Semarang yang berlangsung sederhana ini tetaplah syarat makna.

Ada spirit untuk membumikan kembali budaya Jawa yang adiluhung demi mencetak generasi muda yang beretika dalam segala lini masa.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com