Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketika Musik dan Puisi "Bercerai"...

Kompas.com - 07/10/2016, 21:21 WIB
Andi Hartik

Penulis

MALANG, KOMPAS.com - Tiga gitar itu dipetik bergantian. Berpadu, menimbulkan alunan musik yang syahdu.

Sesekali, di sela musik yang mengalun indah itu, seseorang dengan lantang membacakan puisi. Lalu diselingi dengan nyanyian-nyanyian yang membuat alunan musik itu terdengar lebih indah.

Itulah kiranya musikalisasi puisi. Perpaduan antara puisi dan musik yang selama ini mulai jarang didengar.

Guru Besar dari Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang, Djoko Saryono mengatakan, antara musik dan puisi sebenernya ibarat pinang dibelah dua yang tidak bisa dipisahkan.

Menurut dia, tidak ada musik yang tidak puitis dan tidak ada puisi yang tidak musikal. Sayang, penyair dan musisi telah memisahkan keduanya. Puisi adalah puisi. Sementara musik hanya dilihat sebagai musik belaka.

"Betapa tidak musikalnya puisi sekarang atas dasar kebebasan. Alangkah sunyinya jalan yang ditempuh pegiat puisi yang sangat musikal itu. Musik mati di tangan puisi-puisi modern. Puisi mati di tangan musik-musik modern," kata Djoko saat menyampaikan orasi dalam "Nyastra Sore pada Bulan Bahasa" di Kantor Kompas, Kota Malang, Jawa Timur, Jumat (7/10/2016).

Ia berharap, antara musisi dan penyair kembali beriringan. Menyatukan antara puisi dengan musik yang terpisah.

"Pemusik dan penyair harus sering-sering bertemu, saling belajar. Jangan selalu bersembunyi di balik kemalasan. Dengan begitu kita akan menemukan titik baru," jelasnya.

Sastrawan Universitas Negeri Malang, Prof Maryaeni mengatakan, sastra di Malang akhir-akhir ini mengalami perkembangan. Hal itu ditunjukkan oleh munculnya penulis-penulis muda.

Bahkan ia menyebut, selain sebagai kota pendidikan, Malang juga sebagai kota budaya. Tidak hanya itu, munculnya kreativitas Kampung Warni-warni di Kelurahan Jodipan dan Kampung Tridi di Kelurahan Kesatrian juga menunjukkan bahwa geliat sastra masih ada.

Sayang, wadah untuk berekspresi mulai hilang. Ditambah dengan konsen pemerintah terhadap sastra yang mulai memudar. Padahal, jika kedua kampung itu dikelola dengan baik, kampung yang dibelah oleh sungai Brantas itu bisa menjadi aset bagi Pemerintah Kota Malang.

"Rasa kepemilikan itu juga penting. Campur tangan daerah juga harus sangat mendukung. Dan, itu tidak setengah-setengah," ungkapnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com