Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Madu Asal Timor Ini Kualitasnya Terbaik Nomor 3 di Dunia"

Kompas.com - 04/10/2016, 11:50 WIB
Sigiranus Marutho Bere

Penulis

KUPANG, KOMPAS.com - Berkunjung ke Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), khususnya di wilayah Timor Barat, tak lengkap rasanya jika tidak berhasil mendapatkan cendera mata khas di wilayah yang berbatasan dengan Australia dan Timor Leste itu.

Oleh-oleh yang dimaksudkan itu adalah madu hutan Timor. Madu yang diambil dari pepohonan tinggi di pedalaman Pulau Timor disebut-sebut memiliki kualitas terbaik ke-3 di dunia setelah Yunani dan Australia.

Namun, untuk memperoleh madu asli atau murni, Anda harus selektif dalam memilih sehingga tidak terkecoh karena banyak penjual yang menawarkan beraneka ragam madu, baik yang dipajang di toko suvenir, di pinggir jalan, hingga dijual keliing kota di daratan Timor Barat.

Salah satu toko yang menjual madu Timor ini adalah CV Amfoang Jaya di Jalan Oebolifo, Kelurahan Sikumana, Kecamatan Maulafa, Kota Kupang.

Di situ telah tersedia madu yang diisi dalam botol dengan dua jenis ukuran, yakni 250 mililiter yang dijual dengan harga per botolnya Rp 75.000 dan 650 mililiter seharga Rp 170.000 per botol.

Pemilik madu asli Amfoang Jaya, Roby Manoh, ketika ditemui Kompas.com di kediamannya, Senin (3/10/2016) petang, mengaku, madu asli yang ia produksi itu telah memenuhi standar ekspor karena telah diolah dengan baik.

“Awalnya itu kita lihat para tamu lokal maupun nasional yang datang di Kupang ini kan mencari madu, tapi madu miik kita tidak memenuhi standar ekspor sehingga saya pergi magang pengelolaan madu di Balai Besar Industri Nasional di Bogor, Jawa Barat, tahun 2003 lalu,” terangnya.

Setelah pulang dari Bogor, Roby kemudian mengunjungi sumber-sumber potensi madu hutan di sejumlah wilayah di kawasan Amfoang, Kabupaten Kupang, dan tiga kabupaten di daratan Timor Barat, yakni Kabupaten Belu, Timor Tengah Utara, dan Timor Tengah Selatan.

Roby selanjutnya membentuk 43 kelompok pengumpul madu di empat kabupaten di daratan Timor Barat, di mana satu kelompok beranggotakan antara 20 sampai 25 orang.

Roby lalu membeli peralatan pendeteksi dan mesin produksi madu asli yang ia simpan di sebuah ruangan berukuran 4 x 6 meter di rumahnya.

“Setelah itu saya mulai lakukan uji coba. Madu ini kan sangat sensitif sehingga saya harus menyediakan alat deteksi. Jadi misalnya dari petani 43 kelompok pengumpul madu atau masyarakat bawa dan jual ke saya, maka saya harus mendeteksi mulai dari debunya, asamnya, suhunya panas, dan campuran lainnya yang menempel pada madu. Semuanya kita buang sehingga yang tersisa itu adalah madu asli,” kata Roby.

“Tujuan supaya madu ini jangan ada campuran lain alias murni. Apalagi madu hutan kita ini yakni madu gantung yang jenis bunga yang mana di NTT ini berbeda dengan daerah lainnya di Indonesia. Contoh lebah ini ambil madu di bunga jenis cendana, kayu putih, vanili, asam, kesambi, mangga, melinjo, dan bunga-bunga hutan lainnya sehingga kemasan kita ini ditulis jenis bunga. Saya contohkan bunga cendana tidak ada di tempat lain karena hanya ada di NTT,” sambungnya.

Kompas.com/Sigiranus Marutho Bere Roby manoh saat berada di dalam ruangan mesin pengolahan madu asli
Kualitas madu murni Timor Amfoang Jaya ini memiliki keunggulan tersendiri karena mampu mengobati semua jenis penyakit jika dikonsumsi secara rutin. Selain itu, bisa digunakan untuk vitalitas tubuh, dan berfungsi sebagai perawatan atau menambah kecantikan perempuan.

“Madu kita asal Timor ini kualitasnya terbaik nomor 3 di dunia, setelah madu dari negara Yunani dan Australia. Kalau madu di daratan Jawa itu adalah madu ternak yang tentu tidak cocok untuk penderita diabetes,” ucap Roby yang juga adalah raja di Amfoang.

Dikirim keluar NTT

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com