Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kesaksian Eks PKI, Tak Kuat Disiksa, Tahanan Berebut untuk Dibunuh

Kompas.com - 01/10/2016, 08:18 WIB
Slamet Priyatin

Penulis

KENDAL, KOMPAS.com - Hujan tiba-tiba turun deras, ketika saya tiba di rumahnya Mardiyono (44) di Desa Karanganyar, Kaliwungu, Kendal, Jumat (30/9/2016) pagi.

Di teras rumah milik dosen salah satu perguruan tinggi di Semarang tersebut, sudah ada Eko Sutikno (79). Pria beranak 4 dan bercucu 8 yang biasa disapa Babe itu duduk di kursi tua sambil ditemani tuan rumah.

“Selamat pagi. Maaf terlambat datang,” kata saya sambil tersenyum.

Setelah berjabat tangan dengan Babe dan pemilik rumah, saya langsung bergabung dengan mereka.

Kami sebelumnya melalui telepon memang sudah membuat janjian untuk bertemu dengan Babe di rumah Mardiyono, dosen mata kuliah hukum sekaligus pemerhati orang-orang eks PKI.

“Kita ngobrol dulu di sini, sambil menunggu hujan reda,” kata Babe.

Setelah itu, tanpa basa-basi Babe meminta kopi kepada tuan rumah. Tanpa menunggu lama, Mardiyono langsung masuk untuk membuatkan kopi pesanan pecinta musik barat klasik itu.

“Hujan ini juga bisa melatih kesabaran kita,” tambahnya.

Babe menceritakan, ia dilahirkan dari seorang perempuan bernama Maryam. Ayahnya tergolong pengusaha sukses bernama M Musdi. Ia anak pertama dari 4 bersaudara.

Babe pengenyam pendidikan SR dan SMP di Kaliwungu, SMA di Semarang, dan sempat menikmati bangku kuliah di Surakarta, hingga kemudian ia ditangkap.

Beberapa penjara pernah ia singgahi. Mulai rumah tahanan yang kini jadi Alun-alun Kaliwungu, tahanan di Plantaran Kaliwungu yang sekarang menjadi gudang beras, tahanan di Kendal (sekarang menjadi Lapas Klas IIA Kendal), Ambarawa, Semarang hingga pulau Buru.

“Saya keluar dari pulau Buru tahun 1979. Di pulau Buru, saya bertemu dengan Pramudya Ananta Toer, dan saya yang menyelamatkan karya-karyanya," aku Babe.

Bebas dari pulau Buru, tambah Babe, pada tahun 1980 ia menikah dengan gadis bernama Masamah dan tinggal di Jakarta. Tujuh belas tahun kemudian, perempuan yang telah melahirkan 4 anak itu meninggal dunia. Dua anaknya tinggal bersama dia di Jakarta dan 2 lainnya memilih ikut kakek dan neneknya di Kaliwungu, Kendal.

Namun akhirnya, Babe memilih menetap ke Kaliwungu setelah sang ibu tercinta menghadap Tuhan pada tahun 2009.

“Sekarang saya menikmati sisa hidup saya, semau gue. Mau tidur di rumah anak, ya tidak apa apa. Di rumah kawan juga tidak masalah,” jelasnya.

Babe kemudian menghentikan ceritanya, karena kopi pesanannya datang. Ia sedikit tersenyum. Lalu tangan kanannya merogoh saku baju. Sedetik kemudian keluarlah sebungkus rokok kretek.

“Hujan begini sangat nikmat kalau kita ngobrol sambil minum kopi dan merokok, “ ucapnya.

Kemudian Babe mengambil sebatang rokok kretek dari bungkusnya. Dengan lincah tangan kirinya mengambil korek gas, dan menyulut rokok tersebut.

Setelah itu, Babe kemudian melanjutkan ceritanya. Menurut pengakuan Lelaki kelahiran 1940 itu, sebenarnya ia ditangkap oleh tentara tanpa tahu penyebabnya. Sebab waktu itu, dirinya sedang kuliah di Surakarta. Lantaran disuruh pulang karena ada temannya yang ditangkap tentara, ia langsung kembali ke rumah yang ada di Kaliwungu.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com