Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sedimentasi Musiman Cemari Laut Kepulauan Derawan

Kompas.com - 26/09/2016, 15:10 WIB
Dani Julius Zebua

Penulis

TANJUNG BATU, KOMPAS.com - Kerusakan mengancam destinasi wisata Kepulauan Derawan, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur. Sesekali didapati air laut Pulau Derawan mendadak keruh dan tidak lagi dapat dilihat dasarnya, ikan yang bermain di dalamnya, apalagi penyu.

Instruktur selam dan koordinator konservasi laut dari Yayasan Nusa Bahari di Derawan Abidzar Al Giffari mengatakan, perubahan air kembali tampak di Derawan, Minggu (25/9/2016) sore kemarin.

Air laut menjadi keruh diperkirakan akibat dicemari sedimentasi dari DAS Berau, yakni Sungai Kelay dan Segah yang bermuara ke laut.

"(Pencemaran sedimentasi) ini musiman. Dua hari sebelumnya jernih karena sedimentasi bisa terkendali," kata Abid.

Nusa Bahari berisi para pencinta bahari dan bawah laut di perairan Kepulauan Derawan. Yayasan ini tengah mengembangkan restorasi terumbu dengan mengembangkan karang buatan lantas dilepas di sejumlah titik kerusakan terumbu di perairan Derawan.

Banyak hal mengancam perairan Derawan sehingga merusak terumbu. Salah satunya sedimentasi.

Pembukaan lahan sawit dan tambak di Kecamatan Derawan secara masif hingga ke pesisir Berau dituding sebagai penyebab sedimentasi.

Kerusakan timbul karena pembukaan kebun dan tambak itu tambak membuat hutan bakau terus berkurang. Sabuk mangrove sebagai pengaman sepanjang delta Berau mengalami kerusakan.

"Begitu hujan besar di hulu, dalam waktu 12 jam (sedimen) bisa sampai ke Derawan," kata Abdi.

Selanjutnya, sedimen bakal mengganggu keindahan kejernihan laut, kerusakan terumbu karang, berkurangnya ikan dan keindahan bawah laut terancam.

Nusa Bahari, kata Abid, telah mendokumentasi sejumlah pemutihan karang di sekitar perairan Kepulauan Derawan.

Sejatinya ancaman pada perairan Derawan bukan hanya sedimentasi. Ancaman sudah berlangsung sejak lama, mulai dari akibat naiknya suhu permukaan air laut hingga soal nelayan menangkap ikan dengan menggunakan potasium dan bom ikan, meski sekarang sudah berkurang.

"Selain karena penangkapan ikan dengan cara yang merusak, aktifitas wisata yang merusak juga jadi pemicu kerusakan terumbu," kata Abdi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com