Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menaruh Asa di Kampung Andir Purwakarta

Kompas.com - 15/09/2016, 10:11 WIB
Reni Susanti

Penulis

PURWAKARTA, KOMPAS.com - Tati (38) bergegas. Ia menggendong bayinya yang baru berusia 2 bulan meninggalkan rumahnya di Kampung Cilawang, Desa Cianting, Kecamatan Sukatani, Kabupaten Purwakarta.

Saat itu, Tati seolah tak bisa berpikir. Ia hanya memeluk bayi bungsunya dan melihat pemandangan yang hingga kini tidak bisa dilupakannya, saat rumahnya ambles ke dalam tanah.

“Saya selalu berusaha tegar buat kelima anak saya. Padahal sebenarnya tidak mudah, biasanya tinggal di rumah lalu tinggal di pengungsian di kaki Gunung Hejo Purwakarta,” ujarnya kepada Kompas.com, mengenang masa lalunya.

Tati mengaku, di pengungsian tidak kesulitan makan, karena bantuan makan kerap datang. Namun tetap saja, hidup di bawah tenda rasanya jauh berbeda dengan hidup di rumah sendiri. Di pengungsian ini pula, tabungan keluarganya habis.

Awalnya, suami Tati, Taryana (40) meminjam ke perkebunan karet tempatnya bekerja untuk membangun rumah sebanyak Rp 25 juta. Dari jumlah pengajuan, dana yang diterima hanya Rp 12 juta. Namun uang itu tidak digunakan untuk membuat rumah. Karena lambat laun uang tersebut terus berkurang hingga habis untuk keperluan lahiran anak, sakit, dan lainnya. 

Beban utang tersebut sampai sekarang masih ditanggung Taryana. Dari penghasilannya Rp 1,2 juta sebagai buruh perkebunan karet, gaji yang diterimanya hanya sekitar Rp 500.000 per bulan. Sisanya digunakan untuk menyicil utang.

Dengan uang yang diterima sebesar itu tentu sangat sulit untuknya yang memiliki satu istri dan lima orang anak. Meski pas-pasan ia tetap berjuang keras untuk keluarga. Hingga suatu hari Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi memberikan bantuan rumah pengganti untuk korban longsor di Desa Cianting, Kabupaten Sukatani.

Sama dengan program “bedah rumah”, bantuan rumah yang diberikan berdesain rumah adat Sunda. Yakni rumah panggung, berdinding bilik, dan beratapkan injuk.

Ada beberapa alasan mengapa Bupati Purwakarta membangun rumah tradisional Sunda.

Pertama, untuk melestarikan budaya Sunda. Kedua, rumah adat Sunda mengurangi risiko ketika bencana seperti longsor kembali terjadi. Ketiga, nilai filosofis dari rumah sunda itu sendiri, dan keempat Kampung Andir akan dijadikan lokasi wisata.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com