Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Buntut Kerusuhan Meranti, 3 Polisi Jadi Tersangka Kasus Penganiayaan Berat

Kompas.com - 06/09/2016, 11:53 WIB

Tim Redaksi

PEKANBARU, KOMPAS.com – Proses pemeriksaan oknum polisi yang tersangkut kerusuhan Selat Panjang, ibu kota Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau pada Kamis (25/8/2016) terus berkembang.

Setelah Kepala Polres Meranti Ajun Komisaris Besar Asep Iskandar dicopot sehari pasca-kerusuhan, saat ini tiga anggota Polres sudah ditetapkan sebagai tersangka penganiayaan yang menyebabkan orang meninggal dunia.

“Surat perintah dimulainya penyidikan sudah kami limpahkan kepada Kejaksaan. Saat ini proses pemeriksaan tersangka masih terus berjalan. Kami akan terus melaporkan perkembangan pemeriksaan ini kepada publik. Tidak ada yang ditutup-tutupi sesuai dengan permintaan Komnas HAM kepada kami,” kata Kepala Bidang Humas Polda Riau, Ajun Komisaris Besar Guntur Aryo Tejo, Selasa (6/9/2016).

Baca juga: Kerusuhan di Meranti, Kapolres Dicopot

Menurut Guntur yang didampingi Kepala Bidang Propam Polda Riau, Ajun Komisaris Besar Pitoyo Agung, sejak kejadian kerusuhan, sebanyak 38 petugas polisi Meranti dipanggil ke Markas Polda Riau untuk menjalani pemeriksaan. Sebanyak 17 dinyatakan tersangkut dalam kejahatan pidana dan pelanggaran kode etik.

“Pelanggaran kasus pidana secara otomatis melanggar etika kepolisian,” tutur Guntur.

Tiga petugas polisi yang dijadikan tersangka penganiayana berat adalah Brigadir Dua S, anggota Reserse Kriminal Polres Meranti; Brigadir EM, petugas Unit Sentral Pelayanan Kepolisian serta; Brigadir DY, anggota Polsek Tebing Tinggi.

Anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Natalius Pigai seusai bertemu dengan Wakil Kepala Polda Riau, Komisaris Besar Suharsono dan Inspektur Pengawasan Daerah Kombes AN Alamsyah, Senin, meminta Polda Riau harus mengedepankan prinsip transparansi. Transparan berarti pemeriksaan dapat dipertanggungjawabkan dan harus dapat diuji, dikontrol sekaligus dapat dikritik publik.

“Dari penjelasan Polda Riau kami memastikan sudah ada pemeriksaan para tersangka. Namun kami menekankan agar Polda dapat menyampaikan perkembangan pemeriksaan secara transparan. Keterbukaan publik itu penting, agar penegakan hukum dilihat dan diketahui masyarakat,” kata Pigai.

Baca juga: Kapolri Pastikan Tiga Polisi yang Terlibat Kerusuhan Meranti Diproses Hukum

Menurut Pigai, pihaknya sudah melakukan pertemuan langsung dengan segenap unsur masyarakat di Selat Panjang, difasilitasi oleh Pemerintah Kabupaten Meranti. Pada pokoknya masyarakat meminta agar pelaku dapat diproses secara hukum.

Meski demikian, Pigai meminta pihak Pemkab Meranti dapat menormalisasi hubungan yang retak antara polisi dan masyarakat dengan memberi kompensasi kerusakan harta benda seperti motor warga yang rusak saat kerusuhan.

“Kami juga meminta agar Pemkab Meranti dapat memberikan jalan keluar untuk keluarga Isrusli dan Apriadi yang menjadi tulang punggung keluarganya dalam memberi nafkah. Misalnya Pemkab dapat menerima anak Isrusli menjadi PNS,” kata Pigai.

Kompas TV Buntut Kerusuhan, Kapolres Meranti Diganti

Pigai menambahkan, penilaian terhadap penegakan hukum dan kinerja polisi ditentukan atas perspektif keluarga korban dan masyarakat Meranti. Apabila kinerja itu dapat diterima keluarga korban, maka tindakan polisi sudah dapat dianggap memenuhi harapan masyarakat.

“Kami datang untuk mendorong pemeriksaan agar sesuai dengan prosedur standar operasional, aturan hukum dan peraturan Kapolri. Kami minta Polda mengumumkan di media agar keluarga korban dapat mengikuti perkembangannya. Kapolri sudah bekerja tidak tanggung-tanggung sehingga anak buahnya tidak boleh lagi melakukan pelanggaran lagi,” ujar Pigai.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com