Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wali Kota Beri Opsi untuk Kepala Dinas, Berhenti Merokok atau Dicopot

Kompas.com - 22/08/2016, 19:40 WIB
Kontributor Pontianak, Yohanes Kurnia Irawan

Penulis

PONTIANAK, KOMPAS.com - Wali Kota Pontianak Sutarmidji menetapkan kebijakan untuk mencopot atau mengganti kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di lingkungan pemerintahan kota jika masih merokok.

Kebijakan itu dikeluarkannya sebagai tindak lanjut dari Peraturan Daerah Nomor 10 tentang kawasan Tanpa Rokok yang digulirkan pada 2010 lalu. Kepada bawahannya, dia memberi opsi mempertahankan jabatannya atau menolak berhenti merokok dengan konsekuensi jabatannya dicopot.

Sejak diberlakukan beberapa bulan yang lalu, tidak ada lagi kepala SKPD di jajarannya yang terlihat merokok.

“Kalau ada kepala SKPD atau camat yang masih merokok, beritahu saya, saya pastikan langsung saya ganti,” ujar Sutarmidji, Senin (22/8/2016).

Menurut dia, kebijakan itu diterapkan karena aktivitas merokok bisa mempengaruhi kinerja seseorang terutama efisiensi waktu.  

“Waktu yang seharusnya dimanfaatkan untuk dia bekerja, terbuang hanya untuk dia merokok,” ucapnya.

Dia pun mengancam akan menindak tegas bagi pelajar yang ditemukan merokok. Para pelajar akan dirazia dan diperiksa giginya untuk mengetahui apakah yang bersangkutan merokok atau tidak. Bila ditemukan pelajar yang merokok, Sutarmidji mengancam mencabut pendidikan gratis bagi siswa bersangkutan.

Tak hanya di jajarannya saja, Sutarmidji juga menegaskan, tidak memasukkan keluarga miskin yang perokok dalam daftar keluarga penerima bantuan cadangan pangan dari Pemkot Pontiananak. Menurut Sutarmidji, mereka yang mampu membeli sebungkus rokok dengan harga sekitar Rp 13.000 per bungkus, berarti memiliki uang sekitar Rp 400.000 per bulan untuk membeli rokok. Padahal, lanjutnya, bantuan cadangan pangan sebanyak 15 kilogram beras hanya senilai Rp 150.000.

"Masak untuk membeli rokok sanggup tetapi untuk beli beras tidak. Bahkan saya ancam juga kalau masih saja dia merokok, pendidikan anaknya yang selama ini gratis, kita suruh bayar," pungkasnya.

Terkait wacana kenaikan harga rokok yang beredar beberapa hari terakhir ditanggapi positif oleh Wali Kota Pontianak, Sutarmidji. Ia bahkan mengusulkan, bila perlu harga rokok di atas Rp 100.000. Pasalnya, biaya yang dikeluarkan untuk pemulihan dampak terpapar asap rokok dinilainya cukup besar.

Menurut dia, dampak bagi orang yang menghirup asap rokok yang dikeluarkan dari perokok atau perokok pasif lebih besar dari pada perokok itu sendiri.

"Menurut data Rumah Sakit Paru-paru yang ada di Pontianak,  tercatat sedikitnya 3 ribu orang yang ditangani akibat dampak terpapar asap rokok. Dari jumlah itu, sebanyak 179 orang berasal dari Kota Pontianak. Umumnya mereka adalah bukan dari kalangan perokok tetapi orang yang terdampak asap rokok dalam ruangan," ungkap Sutarmidji.

“Bukan melarang orang untuk merokok sebab itu haknya, tetapi yang paling kita hindari yakni dampak masyarakat yang tidak merokok menghirup asap yang dikeluarkan oleh perokok. Itu hak mereka yang harus kita lindungi,” tambahnya kemudian.

Oleh sebab itu, di dalam ruangan tertutup dilarang merokok karena akan mengganggu orang lain yang terhirup asap yang dikeluarkan oleh perokok.

“Nah, kalau di ruangan terbuka, mereka mau kunyah rokok itu sampai 30 batang sekali pun terserah tetapi di ruang terbuka. Kalau ruang tertutup orang lain yang jadi korban,” ucapnya.

Namun bila masih saja ada yang nekat merokok di dalam ruangan, dia pun memberi syarat yang mumpuni dan tak mungkin sanggup dipenuhi oleh perokok.

“Saya sarankan, boleh merokok di dalam ruangan tetapi asapnya harus ditelan, tidak boleh ada yang keluar,” seloroh walikota Pontianak dua periode ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com